Translate

Senin, 03 Desember 2012

Proses Pengembangan Suatu Kurikulum


Proses Pengembangan Suatu Kurikulum
Dalam perjalanannya dunia Pendidikan Indonesia telah menerapkan enam kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau  Kurikulum Berbasis Kompetensi (meski belum sempat disahkan pemerintah, tetapi sempat berlaku di beberapa sekolah piloting project), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor 22 tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang Standar Komnpetensi Lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang Pelaksanaan kedua Permen tersebut. Ada rumor yang berkembang dalam masyarakat bahwa ada kesan “Ganti Menteri Pendidikan Ganti Kurikulum.” Kesan itu bisa benar bisa tidak, tergantung dari sudut mana kita memandang. Kalau sudut pandangnya politis, maka pergantian sistem pendidikan nasional, termasuk di dalamnya perubahan kurikulum akan selalu dikaitkan dengan kekuasaan (siapa yang berkuasa).

Namun, kalau sudut pandangnya nonpolitis, pergantian kurikulum merupakan suatu hal yang biasa dan suatu keniscayaan dalam rangka merespons perkembangan masyarakat yang beitu cepat. Pendidikan harus mampu menyesuaikan dinamika yang berkembang dalam masyarakat, terutama tuntutan dan kebutuh masyarakat. Dan itu bisa dijawab dengan perubahan kurikulum. Seorang guru yang nantinya akan melaksanakan kurikulum di kelas melalui proses belajar mengajar, dipandang perlu mengetahui dan memahami kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia. Dengan demikian, para guru dapat mengambil bagian yang terbaik dari kurikulum yang berlaku di Indonesia untuk diimplementasikan dalam menjalankan proses belajar mengajar.

1. Kurikulum 1968
Sebelum diterapkan kurikulum 1968, pada tahun 1947 pernah diterapkan Rencana Pelajaran yang pada waktu itu menteri pendidikannya dijabat Mr. Suwandi. Rencana Pelajaran 1947 memuat ketentuan sebagai berikut: (l) bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah; (2) jumlah mata pelajaran untuk Sekolah Rakyat (SR) 16 bidang studi, SMP 17 bidang studi, SMA jurusan B 19 bidang studi. Lahirnya Rencana Pelajaran 1947 diawali dari pembenahan sistem per sekolah pasca Indonesia merdeka yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, pembenahan ini baru bisa diterapkan pada tahun 1965 melalui keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1965 tentang pokok-pokok sistem Pendidikan Nasional Pancasila. Jiwa kurikulum adalah gotong royong dan demokrasi terpimpin.
Setelah berakhirnya kekuasaan orde lama, keluar Ketetapan MPRS Nomor XXVII/MPRS/I966 yang berisi tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasilais sejati. Dua tahun kemudian lahirlah Kurikulum 1968, sebuah pedoman praksis pendidikan yang terstruktur pertama kali (Cony Semiawan, 19B0). 

Tujuan pendidikan menurut Kurikulum 1968 adalah mempertinggi mental-moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta membina/mengembangkan fisik yang kuat dan sehat. Ketentuan-ketentuan dalam kurikulum 1968 adalah: (1) bersifat: correlated subject currikulum; (2) jumlah mata pelajaran untuk SD 10 bidang studi, SMP 18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan bahasa Indonesia I dan II, SMA jurusan A 18 bidang studi, SMA jurusan B 20 bidang studi, jurusan SMA C 19 bidang studi; (3) penjurusan SMA dilakukan di kelas II. Pada waktu diberlakukan Kurikulum I968 yang mejabat menteri pendidikan adalah Mashuri. S.H.

2. Kurikulum 1975
Kurikulum ini ditetapkan ketika menteri pendidikan dijabat Letjen TNI Dr. Syarif Thajeb (1973-1978). Ketentuan-ketentuan Kurikulum 1975 adalah: (1) Sifat: integrated curriculum organization; (2) SD mempunyai satu struktur program terdiri atas 9 bidang studi; (3) pelajaran Ilmu Alam dan llmu Hayat menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA); (4) pelajaran Ilmu Aljabar dan Ilmu Ukur menjadi Matematika; (5) jumlah mata pelajaran SMP dan SMA menjadi 11 bidang studi; (6) penjurusan SMA dibagi tiga IPA, IPS dan Bahasa dimulai pada permulaan semester II kelas 1. Ketika belum semua sekolah mengimplementasikan Kurikulum 1975, mulai dirasakan kurikulum ini tidak bisa mengejar kemajuan pesat masyarakat. Maka kurikulum 1975 diganti oleh Kurikulum 1984.

3. Kurikulum 1984
Kurikulum ini diterapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto seorang ahli sejarah Indoesia. Ketentuan-ketentuan dalam Kurikulum 1984 adalah: (1) Sifat: Content Based Curnculum; (2) Program pelajaran mencakup 11 bidang studi; (3) Jumlah mata pelajaran SMP menjadi 12 bidang studi; (4) Jumlah mata pelajaran SMA 15 bidang studi untuk program inti, 4 bidang studi untuk program pilihan; (5) Penjuusan SMA dibagi lima: program A1 (Ilmu Fisika), A2 (Ilmu Biologi), A3 Ilmu Sosial, A4 Ilmu Budaya, dan A5 (Ilmu Agama); (6) Penjurusan dilakukan di kelas II. Pada Kurikulum 1984 penambahan bidang studi, yakni Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Hal ini bisa dimaklumi karena menteri pendidikan saat itu dijabat oleh seorang sejarawan. Dalam perjalanannya, Kurikulum 1984 dianggap oleh banyak kalangan dianggap sarat beban sehingga diganti dengan Kurikulum 1994 yang lebih sederhana.

4. Kurikulum 1994
Kurikulum ini ditetapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof Dr. Ing Wardiman Djojonegoro seorang teknokrat yang menimba ilmu di Jerman Barat bersama BJ. Habibie. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kurikulum 1994 adalah: (l) bersifat: Objective Based Curriculum: (2) nama SMP diganti mejadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) dan SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum); (3) mata pelajaran PSPB dihapus; (4) program pengajaran SD dan SLTP disusun dalam 13 mata pelajaran; (5) Program pengajaran SMU disusun dalam 10 mata pelajaran; (6) Penjurusan SMA dilakukan di kelas II yang
dari program IPA, program IPS, dan program Bahasa. Ketika reformasi bergulir tahun 1998, Kurikulum 1994 mengalami penyesuaian-penyesuaian dalam rangka mengakomodasi tuntutan reformasi. Oleh karena itu, muncul suplemen Kurikulurn 1994 yang lahir tahun 1999. Dalam suplemen tersebut ada penyesuaian-penyesuaian materi pelajaran, terutama mata pelajaran seperti PPKN, Sejarah, dan beberapa mata pelajaran yang lainnya. Lagi-lagi kurikulum ini pun mengalami nasib yang sama dengan kurikulum sebelumnya. Bersamaan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, pemerinrah melalui Departemen pendidikan Nasional menggagas kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi.

5. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004)
Kurikulum Berbasis Kompetensi lahir di tengah-tengah adanya tuntutan  mutu pendidikan di Indonesia. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa mutu pendidikan Indonesia semakin hari semakin terpuruk. Bahkan dengan negara tetangga pun yang dulu belajar ke Indonesia, seperti Malaysia, Indonesia tertinggal dalam hal mutu pendidikan. Pendidikan di Indonesia dianggap hanya melahirkan lulusan yang akan menjadi beban negara dan masyarakat, karena kurang ditunjang dengan kompetensi yang memadau ketika terjun dalam masyarakat. Untuk merespons hal tersebut pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional menawarkan kurikulum yang dianggap mampu menjawab problematika seputar rendahnya mutu pendidikan dewasa ini. Karena dalam Kurikulum Berbasis Komperensi peserta didik diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditentukan (Kunandar, 2005).
Kurikulum Berbasis Komperensi digagas ketika Menteri Pendidikan dijabat oleh Prof. Abdul Malik Fadjar, M.Sc. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah: (1) bersifat: Competency Based Curriculum: (2) penyebutan SLTP menjadi SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMU menjadi SMA 9Sekolah Menengah Atas); (3) program pengajaran SD disusun 7 mata pelajaran; (4) program pengajaran SMP disusun dalam 11 mata pelajaran; (5) program pengajaran SMA disusun dalam 17 mata pelajaran; (6) penjurusan SMA dilakukan di kelas II, terdiri atas Ilmu Alam, Sosial, dan Bahasa (Kompas, 16 Agustus 2005)
Kurikulum Berbasis Kompetensi meskipun sudah diujicobakan di beberapa sekolah melalur pilot project, tetapi ironisnya pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional belum mengesahkan kurikulum ini secara formal. Sepertinya pemerintah masih ragu-ragu dengan kurikulum ini. Hal ini dimaklumi, karena uji coba kurikulum ini menuai kritik dari berbagai kalangan, baik para ahli pendidikan maupun praktisi pendidikan. Beberapa kritik terhadap kurikulum ini adalah: (1) Masih sarat dengan materi sehingga ketakutan guru akan dikejar-kejar materi seperti yang terjadi pada kurikulum 1994 akan terulang kembali; (2) pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional masih terlalu intervensi terhadap kewenangan sekolah dan guru untuk mengembangkan kurikulum tersebut; (3) masih belum jelasnya (bias) pengertian kompetensi sehingga ketika diteraplkan pada standar, kompetensi kelulusan belum terlalu aplikatif; (4) adanya sistem penilaian yang belum begitu jelas dan terukur.
Melalui kebijakan pemerintah, kurikulum berbasis kompetensi mengalami revisi, dengan dikeluarkannya Permen Diknas Nomor 22 tentang Standar Isi, Permen Diknas Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen Diknas Nomor 24 tentang Pelaksanaan kedua permen di atas. Ketiga permen tersebut dikeluarkan pada tahun 2006. Dengan dikeluarkannya ketiga permen tersebut seakan menjawab ketidakjelasan nasib KBK yung selama ini sudah diterapkan di beberapa sekolah, baik melalui pitot project atau swadaya dari sekolah tersebut. Keterandan dan keunggulan kurikulum ini pun masih perlu diuji di lapangan dan waktu yang nanti akan menjawabnya.

6. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP)
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi atau ada yang menyebut Kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat dalam hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam mengembangan kurikulum. OIeh karena itu, dalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya.

7. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
  1. a. Prinsip Relevansi
Dalam Oxford Advanced Dictionary of Current English,kata relevansi atau relevan mempunyai arti (closely)connected with what is bappening, yakni kedekatan hubungan dengan apa yang terjadi.Apabila dikaitkan dengan pendidikan, berati perlunya kesesuaian antara (program)pendidikan dengan tuntunan kehidupan masyarakat(the needs of society). Pendidikan dikatakan relevan bila hasil yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang.
Menurut Soetopo dan Soemanto ia mengungkapkan relevansi sebagai  berikut :
  • Relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik.relevansi ini memiliki arti bahwa dalam pengembangan kurikulum,termasuk dalam menentukan bahan pengajaran(subject mattrs),hendaknya disesuaikan dengan kehidupan nyata anak didik.sebagai contoh sekolah yang berada diperkotaan, anak didinya ditawarkan halyang aktual,seperti polusi pabrik,arus perdagangan yang ramai, kematan lalu lintas,dan lain-lain. Atausebaliknya anak-anak yang berada dipedesaan ditawarkan hal-hal yang relevan,misalnya memperkenalkan pertanian kepada anak didik,karena daerah tersebut merrupakandaerah pedesaan yang subur akan pertanian.
  • Relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan datang. Materi atau bahan yang akan diajarkan kepada anak didik hendaklah memberi manfaat untuk persipan masa depan anak didik.Karenanya keberadaan kurikulum disini bersifat antisipasi dan memiliki nilai prediksi secara tajam dan perhitungan.
  • Relevansi pendidikan dengan dunia kerja.Semua orang tua mengharapkan anaknya dapat bekerja sesuai dengan pengalaman pendidikan yang dimilikinya .Begitu juga  halnya dengan anak didik,ia berharapn agar dapat mandiri dan memiliki sumber daya ekonomi yang pantas dengan modal ilmu pengetahuannya.karenanya kurikulum dan proses pendidikan tersebut sedapat mungkin dapat diorientasikan kedunia kerja,tentunya menurut jenis pendidikan, sehingga nantinya pengetahuan teoritik dari bangku sekolah dapat diaplikasikandengan baik dalam dunia kerja.
  • Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan.Kemajuan ilmu pendidikan juga membuat maju ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak negara tadinya miskin sekarang menjadi kaya.contohnya Jepang,korea Selatan,Singapura,dan lain-lain.semua ini berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapakan kurikulum dapat memberikan peluang pada anak didik untuk mengembangkan ilmu pengetahuandan teknologi,selalu mengembangkanya dan tidak cepat puas.
  1. b. Prinsip Efektivitas
Prinsip efektivitas yang dimaksudkan adalah sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Dalam proses pendidikan, efektivitasnya dapat dilihat dari sisi,yakni :
  • Efektivitas mengajar pendidik berkaitan dengan sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik.
  • Efektivitas belajar anak didik,berkaitan dengan sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
  1. c. Prinsip Efisensi
Prinsip efisiensi sering dikonotasikan dengan prinsip ekonomi,yang berbunyi : modal atau biaya, tenaga dan waktu yang sekcil-kecilnya akan dicapai hasil yang memuaskan.efesiensi proses belajar mengajar akan tercipta, apabila usaha,biaya,waktu,dan tenaga yang digunakan untuk menyelesaikan program pengajaran tersebtu sangat optimal dan hasilnya bisa seoptimalmungkin, tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan wajar.
  1. d. Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukan adanya saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi.
  • Kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah :
  • Kesinambungan diantara berbagai bidang studi ;
  • Bahan pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau dibawahnya.
  • Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak harus diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi,sehingga tertinggal dari tumpang tindih dalam pengaturan bahan dalam proses belajar mengajar.
Kesinambungan di antara berbagai biodang studi menujukan bahwa dalam pengembangan kurikulum harus memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu dengan lain yang lainya. Misalnya untuk mengubah angka temperatur dari skala celsius ke skala Fahreheit dalam IPA diperlukan ketrampilan dalam pengalian pecahan.
  1. e. Prinsip Fleksibilitas (Keluwesan)
Fleksibilitas berarti tidak kaku, dan ada semacam ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Didalam kurikulum,fleksibilitas dapat dibagi menjadi dua macam yakni :
  • Fleksibel dalam memilih program pendidikan
  • Fleksibelitas dalam pengembangan program pengajaran.maksudnya adalah dalam bentuk memberikan  kesempatan kepada para pendidik dalam mengembangaklan sendiori program-program pengajaran dengan berpatok pada tujuan dan bahan pengajaran diidalam kurikulum yang masih bersifat umum.
  1. f. Prinsip Berorientasi tujuan
Prinsip berorientasi tujuan berarti bahwa sebelum bahan ditentukan, langkah yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah menentukan tujuan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agra semua jam dan aktivitasd pengajaran yang dilaksanakan oleh pendidik maupun anak didik dapat betul-betul terarahkepada tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
  1. g. Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum
Prinsip ini memiliki maksud bahwa harus ada pengembangan kurikulum secara bertahap dan terus menerus,yakni dengan cara memperbaiki, memantapakan  dan mengembangakan lebih lanjut kurikulum yang sudah berjalan setelah ada pelaksanaan dan sudah diketahui asilnya.
8. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Para pengembang (developers) telah menemukan beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan straegi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistimatis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.Pendekatan-pendekatan yang dikembangkan para pengembang adalah :
  • Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu
Pendekatan ini menggunkan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika ,sains,sejarah,IPA,dan lainya.
Pengembangandimulai dengan mengidentifikasi secara teliti pokok-pokok bahasan yang akan dibahas,kemudian poko-pokok bahasan tersebut diperinci menjadi bahan-bahan pelajaran yang harus dikuasai,dan akhirnya mengidentifikasi dan mengurutkan pengalaman belajar fdan ketrampilan –ketrampilan yang harus dilakukan anak didik.
  • Pendekatan berorentasi pada tujuan
Pendekatan yang berorentasi tujuan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Tujuan matematioka misalnya sama dengan konsep dasar dan disiplinilmu matematika . Prioritas pendekatan ini adalah penalaran Pengewtahuan.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah ;
  • Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
  • Tujuan yang jelas akan meberikan arahan yang jelas pula didalam menerapkan materi pelajaran,metode,jenis kegiatan,dan alat yang dipergunakan unbtuk mencapai tujuan.
Hasil penilaian yang terarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menerima Kritik Dan Saran