- Asal-Usul Negeri Arab
Bisa dikatakan bahwa sejarah bangsa Arab Kuno hampir
tidak dikenal sama sekali oleh dua faktor penyebab:
a. Tidak adanya kesatuan politik
Masyarakat
sebelum Islam pada umumnya adalah orang yang tinggal di dusun sebagai nomaden
yang terpencar di berbagai penjuru, berseteru, bermusuhan, tidak terhimpun
sebagai kesatuan, dan tidak meempunyai raja yang kuat.
b. Tidak mengenal tulisan.
Mayoritas
masyarakatnya adalah orang-orang yang tidak pandai baca tulis, sehingga
peristiwa yang terjadi dan alami tidak dibukukan. Baru pada masa pemerintahan
Amawi mulai ada penulisan peristiwa yang taru pada masa pemerintahan Amawi
mulai ada penulisan peristiwa yang terjadi.
Kecuali
keadaan masyarakat Arab yang berada di semenanjung selatan Jazirah Arab,
seperti masyarakat kerajaan Sa’ab dan Ma’in yang peninggalannya masih bisa
dilacak serta terjaga sampai sekarang.
Sejarawan
berbeda pendapat seputar tanah asal kediaman bangsa Smith: Apakah mereka
berasal dari negeri Arab itu sendiri atau dari Afrika?Atau berasal dari negeri
Jazirah Mesopotamia? Berdasar pendapat
pendeta Yahudi, sesungguhnya tempat kediaman bangsa.
Para
sejarawan Arab membagi bangsa Arab pada tiga bagian besar:
1) Arab Al Baidah atau Suku Al-’Arabaa
Mereka
adalah bangsa Arab yang telah punah, termasuk jejaknya dan kabar mereka pun
terputus. Kita mengenal mereka hanya berdasarnkan apa yang dikemukakan dalam
kitab-kitab samawi dan syair Arab, seperti tentang kabar kaum ’Ad dan Tsamud.
Suku ini terbagi meenjadi 9 golongan yaitu: 1. Ad; 2. Tsamud; 3. Amim; 4.
Amiel; 5. Thasam; 6. Jadies; 7. ’Imlieq; 8. Jumhum Ula; 9. Wabaar.
Peristiwa
kehancuran kaum ‘Aad ini telah
dijelaska Allah SWT di dalam Al-Qur’an:
”Adapun
kaum ’Aad telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi sangat
kencang. Dikirimkan Allah angin itu kepada mereka, lamanya tujuh malam dan
delapan hari terus menerus, lalu engkau lihat mereka bergelimpangan seperti
(batang) karena yang tumbang dan kosong di dalamnya. Adakah engkau lihat yang
masih tinggal dari antara mereka?” (QS Al Haaqqah: 6-8).
2) Arab Al Baqiyah atau Bangsa Arab Suku
Muta’arribah (Arab Asli)
Para
sejarawan membagi bangsa Arab Al Baqiyah pada dua cabang: Al Arab Al ’Aribah.[1]
Yaitu bangsa Arab Qahthan yang berdomisili di negeri Yaman. Kabilah-kabilah
terkenal dari bangsa Arab Qahthan, antara lain: Jurhum dan Ya’rib. Dari Ya’rib
lahirlah dua cabang besar, yaitu Kahlan dan Himyar.
Arab
Muta’arribah ini keturunan dari Jurhum bin Qathan diperkirakan 3000 tahun
sebelum Islam. Mereka telah menempati Yaman dan sudah mempunyai kebudayaan yang
tinggi Kmudian Yaman terpecah keseluruh Jazirah Arab dan Siria dengan
mendirikan kerajaan-kerajaan, di antaranya:
a) Saba’ di Yaman, merupakan kejarajaan
yang maju tertam dalam bidang pertanian,
irigasi, dan pembuatan bendungan terbesar di dunia pada waktu itu yaitu
bendungan Saddul Ma’rib.
b) Himyar, merupakan pecahan dari kerajaan
Saba’ dan pada akhirnya mereka dikalahkan bangsa Abessinia.
c) Ma’in, adalah kejarajaan yang tidak
nbegitu populer sehingga tidak dicatat dalam sejarah.
Perkembangan
kerajaan dari suku Muta’arribah ini
diperkirakan lebih kurang 1200 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa as.
3) Bangsa Arab Suku Musta’rabah (Arab Baru)
Mereka
disebut ini karena Ismail adalah seorang yang berbahasa ’Ibrani atau Siryani.
Namun ketika orang-orang Jurhum dari keturunan Qahthan yang bermukim bersama
Ismail dengan ibunya di Makkah, maka beliau menikah dengan salah seorang wanita
Jurhum. Dengan demikian, beliau beserta keturunannya dinamai sebagai
orang-orang Arab Musta’ribah.
Mereka
adalah mayoritas bangsa Arab, baik yang tinggal di dusun maupun di kota.
Penduduk Arab yang berdomisili di Jazirah Arab baagian tengah dan negeri Hijaz
sampai ke Sahara Syam yang akhirnya mereka berakulturasi dengan orang-orang
Arab Yaman sesudah bendungan Al ’Arim (Ma’rib) bobol.
- Bahasa
Bahasa
puitis adalah bahasa resmi yang tercipta lewat penjabaran satu dialek tertentu
atau perkawinan beberapa dialek dari kabilah-kabilah, kota-kota pasar tetapi
juga oleh imperium besar seperti Imperium Hira di Eufrat kepada pengaru Kristen dan Masdaen. Ini digunakan
oleh para penyair dari kelompok-kelompok kabilah oasis atau yang berbeda.
Bentuk
puisi yang paling tinggi nilainya adalah ode dan qashidah, suatu
puisi yang memiliki lebih dari 100 baris yang mengalir dengan satu rima
tunggal. Setiap baris terdiri dari dua stanza: rima diletakkan pada dua
stanza di baris awal, tetapi dibaris kedua rima hanya diletakkan di stanza
kedua. Secara umum, setiap baris adalah satu unit makna dan pengungkapan makna
tunggal di dalam puisi jarang terjadi.
Puisi
tidak tertulis munkin telah ada apalagi bahasa Arabia Selatan telah ada
berabad-abad lamanya. Huruf-huruf Arab pertama dalam tulisan Aramik, bermula
semenjak abad ke-4 M sedangkan tulisan Arab baru muncul setelahnya. Puisi
digunakan untuk dibaca si muka umum, baik oleh sang penyair maupun deklamator (rawi).
Penyair atau deklamator mempunyai ruangan untuk beriprovisasi dalam suatu
kerangka bentuk dan pola verbal yang lazim, dan penggunaan kata-kata tertentu
bahkan kombinasina guna mengungkapkan ide atau perasaan tertentu.
Pada
tahun 1920-an sarjana dari Inggris dan Mesir, membangun sebuah teori atas dasar
fakta-fakta yang tidak diragukan bahwa puisi-puisi tersebut adalah
produk-produk periode kemudian. Sedangka yang telah mempelajari dari
subjek-subjek tersebut kini meyakini bahwa secara substansial puisi-puisi
tersebut benar-benar berasal dari masa yang secara tradisional dinisbahkan.
Dikalangan
para sarjana dan kritikus periode kemudian sering mengacu pada puisi-puisi
tertentu yang bertahan.Contoh tertinggi puisi yang bertahan yaitu bangsa Arab
Kuno yang disebut mu’allaqat. Ini puisi yang digantung dan sebuah nama
yang asal-usul dan maknanya samar. Beberapa orang-orang yang menulis
puisi-puisi tersebut diantaranya: Labid, Zuhair, Imru Al- Qayis, dan yang
lainnya dinobatkan sebagai ahli seni.
Para
sarjana dan kritikus kemudian bisa membedakan biasa membedakan tiga unsur di
dalam syair, tetapi ini guna memformalkan sebuah praktik yanglonggar dan
beragam.
1. Syair cenderung berawal dengan meratapi
sebuah tempat di mana penyair pernah tinggal yang bisa juga menjadi suatu
ratapan atas cinta yang hilang. Suasana batin yang tidak bergairah mengingatkan
akan kenisbian hidup manusia.
2. Penyair berbicara tentang unta, suasana
pedesaan dan berburu binatang dan secara tersirat pulihnya kekuatan dan
kepercayan diri penyair ketika kembali mencoba melawan ganasnya alam. Syair pun
memuncak dalam pujian kepada suku penyair.
3. Di bawah pujian terkadang terdengar nada
lain, nada tentang terbatasnya keekuatan manusia meghadapi segenap kekuatan
alam yang dahsyat.
Inilah
bahasa yang digunakan pada zaman itu, sering mereka menggunakan bahasa puisi.
- Geografis
Negeri Arab
Negeri
Arab secara geografis terletak di barat daya Asia. Negeri Arab merupakan
semenanjung yang dikelilingi lautdari 3 arah, yakni Laut Merah, Samudra India,
dan Teluk Persia. Bangsa Arab menamakan negeri mereka dengan Jazirah Arab.
Kita lihat di bawah ini letak posisi Jazirah Arab:
1. Bagian Utara dibatasi daratan Siria
(Syam) dan Sungai Furrat (Sungai Afrat).
2. Abagian Selatan dibatasi Samudra Hindia
(Samudra Indonesia).
3. Bagian Barat dibatasi Laut Merah.
4. Bagian Timur dibatasi Teluk Persia
(Teluk Arab/ Laut Oman).
Negara
Arab pada umumnya berupa padang pasir, tetapi tidak semuanya. Jenis padang
pasirnya pun beragam, sebagian diantaranya padang pasir yang ditutupi debu dan
psir halus, tinggi. Ini telah diketahui
oleh para ahli geografis sejak berabad-abad silam.
1. Sahara Nufud (Dahulu Sahra Langit), yang
terdiri dari pasir yang lembut, jika menginjak maka kaki kita akan terbenam.
Daerah ini terletak di sebelah utarany dan memanjang ke Selatan sekitar 140 mil
dan dari Barat ke Timur sekitar 180 mil.
2. Sahara Ahkaf (Ar-Rub’ul Khali), tempat
yang sunyi dan bersambungan dengan Gurun Nufud yang terdiri dari batu-batu
besar dan pasir.
Bagian daerah Jazirah Arab terdapat
delapan daerah:
1. Jazirah Hijaz, terletak di samping Laut
Merah dengan kota yang terkenal yaitu Mekkah. Kota ini adalah tempat lahirnya
Islam serta Lhirnya Rasulullah SAW. Di
daerah kota tidak ada tumbuh-tumbuhan, panjangnya dari Utara ke Selatan
sekitar2 mil sedangk lebarnya dari Timur ke Barat sekitar 1 mil. Tidak ada sumber
air kecuali sumur Zam-zam.
2. Tanah Yaman, terletak di sebelah selatan
Tanah Hijaz. Terdapat sebuah negeri yang bersejarah yaitu Saba’ (Ma’rib) yyang
dulunya tempat pertama manusia membuat bendungan (Bendungan Saddal Ma’rib).
Disebut Yaman karena posisinya disebelah kanan Baitullah.
3. Tanah Hadhramaut, terletak di sebelah
Timur Yaman dan di pinggir Samudra Indonesia.
4. Tanah Mahrah, terletak di bagian Timur
Hadhramaut.
5. Tanah Oman, berada di bagian Utara Teluk
Persia dan sebelah Tenggara dengan Samudra Indonesia.
6. Tanah Al Hasa (Bahrain), terletak di
pantai teluk Persia dan memanjang sampai ke Sungai Furat (Ephraat).
7. Tanah Nejeh, terletak di tengah-tengah
antara Hijaz dan Al Hasa, yang merupakan dataran rendah.
DATAR
PUSTAKA
Hourani Albert, Sejarah Bangsa-Bangsa
Muslim (Bandung: Mizan Media Utama, 2004)
hal. 56.
Noor M. Matdawam, Lintas Sejarah
Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Bina Karier, 1989) hal. 27
[1]. Mereka dikatakan Arab Aribah,
Arab Uraba’, dan Arab Urban, yakni bangsa Arab asli.
Al Qalqasyandi: Shubhul Aisya, Jilid 2, hal. 313-335.
Dinasti
Umayyah I
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah
Nama
Daulah Umayyah atau kerajaan Bani Umayyah ini berasal dari nama salah pemimpin
kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah,
yaitu Umayyah ibnu Abdi Syams ibnu Abdi Manaf. Perlu kita ketahui bahwa zaman jahiliyah, Umayyah telah
menunjukan gejala–gejala permusuhan di kalangan keluarganya sendiri, yaitu
dengan saudara–saudara sepupunya dari keturunan Bani Hasyim. Latar belakang
dari permusuhan ini dikarenakan persaingan kedudukan, pangkat dan lain
sebagainya di dalam masyarakat.[1]
Peristiwa
menyedihkan ini sampai kedatangan Nabi Muhammad Saw, yang mana beliau juga
adalah keturunan dari Bani Hasyim. Jadi permusuhan Bani Umayyah dengan
Rasulullah Saw ini disebabkan antara lain :
1. Takut kedudukan mereka di dalam
masyarakat di ambil alih oleh Rasullullah Saw.
Rasulullah disangka ingin mencari kedudukan.
2. Ajaran yang di bawa oleh Rasulullah Saw
(Islam) bertentangan dengan agama nenek moyang mereka (agama jahiliyah).
Tetapi
akhirnya mereka terpaksa menyerah dan masuk islam alasannya karena :
1. Pengikut Rasulullah Saw makin lama makin
banyak. Kebenaran ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw ( Islam ), laksana
cahaya yang menerangi malam yang kelam.
2. Karena kota Mekkah di taklukan oleh kaum
Muslimin, maka banyaklah orang kafir Mekkah masuk islam.
Kemudian
setelah mereka Islam, Bani Umayyah ini merupakan golongan yang terkuat membela
islam untuk memerangi orang–orang kafir,
orang–orang murtad. Diantara pahlawannya yang terkenal adalah Abu Sufyan ibnu Harb
ibnu Umayyah, Yazid ibnu Sufyan (putera Sufyan), dan Hindun isteri Abu Sufyan
Sendiri.
Pada
teorinya mereka telah berdiri sejak pengangkatan Sayidina Ustman bin Affan
sebagai khalifah ke-3, sebab beliau ini adalah keturunan Bani Umayyah (Ustman bin
Affan bin Abdul Ash bin Umayyah). Justru kesempatan tersebut mereka pergunakan
sebaik- baiknya untuk meletakan atau menamkan benih-benih kekuasaan mereka
didalam kekhalifahan Ustman.
Selain
dari pada itu, kesempatan baik bagi mereka ialah dengan diangkatnya Mu’awiyyah
menjadi gubernur di daerah Syam, oleh khalifah Umar. Ketika Ustman dibunuh maka penggantinya adalah Saidina Ali bin Abi
Thalib (Bani Hasyim) sebagai khalifah keempat. Sedangkan pada waktu itu
kedudukan Mu’awiyah di Syam telah kuat, oleh karena itu mudahlah ia melawan Sayidina
Ali, sampai akhirnya Sayidina Ali dapat dikalahkannya. Dengan demikian berpindahlah
jabatan kepada Sayidina Muawiyah. Dari sinilah asal mulanya Daulah Umayyah
berkuasa, yaitu hampir satu abad tepatnya selama 90 tahun.
Setelah
Muawiyah diangkat jadi khalifah ia menukar sistem pemerintahan dari Theo
Demikrasi menjadi Monarci (Kerajaan/Dinasti) dan sekaligus memindahkan Ibu Kota
Negara dari Kota Madinah ke Kota Damaskus.[2]
Muawiyah bin Abi Sufyan mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin
Abi Thalib berdamai dengannya pada tauhun 41H. Umat islam sebagiannya membaiat
Hasan setelah ayahnya itu wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia
berdamai dengan dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyah sehingga tahun
itu dinamakan amul jama’ah yaitu tahunpersatuan. Muawiyah menerima
kekhalifahan di Kuffah dengan
syarat-syarat yang diajukan oleh Hasan, yakni :
a. Agar muawiyyah tidak menaruh dendam
terhadap seorang pun penduduk Irak
b. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahn
mereka
c. Agar pajak tanah negeri Ahwaz
diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap tahun
d. Agar muawiyyah membayar kepada
saudaranya, Husain sebesar 2 juta dirham
e. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah
lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdi Syams.
Muawiyyah dibaiat oleh
umat islam di Kuffah, sedangkan Hasan dan Husain dikembalikan ke Madinah. Hasan
wafat di kota Nabi itu pada tahun 50H.
Para
Khalifah Dinasti Umayyah I :
1. Muawiyah I bin Abi Sufyan 41-60H/661-679M
2. Yazid I bin Muawiyah 60-64H/679-683M
3. Muawiyah II bin Yazid 64H/683M
4. Marwan I bin Hakam 64-65H/683-684M
5. Abdul Malik bin Marwan 65-86H/684-705M
6. Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96H/705-714M
7. Sulaiman bin A bdul Malik 96-99H/714-717M
8. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-719M
9. Yazid II bin Abdul Malik 101-105H/719-723M
10. Hisyam bin Abdul Malik 105-125h/723-742M
11. Al-Walid II bin Yazid II 125-126H/742-743M
12. Yazid bin Walid bin Malik 126H/743M
13. Ibrahim bin Al-Walid II 126-127H/743-744M
14. Marwan II bin Muhammmad 127-132H/744-750M.
Para
sejarawan umunya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari daulah Bani
Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.[3]
B. Masa Kemajuan
Dinasti Umayyah
1) Bidang Pemerintahan
Pada
masa Dinasti Umayyah, pusat pemerintahan dari Madinah dipindahkan ke Damaskus.
Keputusan ini berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan. Karena
letaknya jauh dari Kufah, pusat kaum Syi’ah, dan juga jauh dari Hijaz, tempat
tinggal Bani Hasyim. Lebih dari itu, Damaskus yang terletak di wilayah Syam (Suriah)
adalah daerah yang berada di bawah genggaman Muawiyah selama 20 tahun sejak dia
diangkat menjadi gubernur di distrik ini sejak zaman Khalifah Umar bin
al-Khattab.
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Khalifah Dinasti Umayyah dibantu oleh beberapa
al-Kuttab (sekretaris) yang meliputi :
a) Katib
ar-Rasail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan
surat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
b) Katib
al-Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan
ketentaraan.
c) Katib
asy-Syurthah yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan
keamanan dan ketertiban umum.
d)
Katib al-Qadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum
melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Dinasti
Umayyah pada masa kepemimpinan Mu’awiyah, mendirikan suatu departemen
pencatatan (diwan al-kahatam). Setiap peraturan yang dikeluarkah oleh khalifah
harus disalin dalam suatu catatan, lalu yang asli harus disegel dan dikirimkan
ke alamat yang dituju. Di samping itu, pelayanan pos (diwan al-barid)
diperkenalkan juga oleh Muawiyah. Kepala Pos memberitahu pemerintah pusat
tentang apa yang sedang terjadi di dalam pemerintahan provinsi. Dengan cara
ini, Muawiyah melaksanakan kekuasaan pemerintah pusat. Dia membentuk dua
sekretaris kerajaan yang medianya bahasa Arab, dan sekretaris provinsi yang
menggunakan bahasa Yunani dan Persia.
Kemudian,
Mu’awiyah juga memisahkan antara urusan keuangan dan urusan pemerintahan. Dia
mengangkat seorang gubernur di setiap provinsi untuk melaksanakan pemerintahan.
Akan tetapi, untuk memungut pajak, di masing-masing provinsi diangkat seorang
pejabat khusus dengan gelar Shahib al-Kharraj. Pejabat ini terikat dengan
gubernur, dan diangkat oleh khalifah. Dalam masalah keuangan, gubernur harus
menggantungkan dirinya pada Shahib al-Kharraj, dan hal ini membatasi
kekuasaannya. Demikianlah Muawiyah mengembangkan keadaan yang teratur dari
kekacauan.
2) Bidang Hukum
Pada
bidang pelaksanaan hukum, Dinasti Umayyah membentuk suatu lembaga yang bernama
Nizham al-Qadha (organisasi kehakiman). Kekuasaan kehakiman di zaman
ini dibagi ke dalam tiga badan, yaitu:
a) Al-Qadhi,
bertugas memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada waktu itu belum ada
“mazhab empat” ataupun mazhab-mazhab lainnya. Pada waktu itu Al-Qadhi menggali
hukum sendiri dari Al-kitab dan As-Sunnah dengan berijtihad.
b)
Al-Hisbah, bertugas menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidana
yang memerlukan tindakan cepat.
c) An-Nazhar
fil Mazhalim, yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding.
Lembaga
peradilan dipegang oleh orang Islam, sedangkan semua kalangan nonmuslim
mendapatkan otonomi hukum di bahwa kebijakan masing-masing pemimpin agama
mereka.
3) Bidang Kemiliteran
Pada
masa pemerintahan Dinasti Umayyah, perkembangan militer bangsa Arab telah
mencapai kemajuan yang signifikan. Dalam peperangan dengan tentara
Bizantium, bangsa Arab sekaligus mempelajari kelebihan metode militer Romawi
dan menggunakannya sebagai model mereka.
Sebagai
organisator militer, Muawiyah adalah yang paling unggul di antara rekan-rekan
sezamannya. Ia mencetak bahan mentah yang terdiri atas pasukan Suriah menjadi
satu kekuatan militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi. Ia
menghapus sistem militer yang didasarkan atas organisasi kesukuan.
Muawiyah
melaksanakan perubahan besar dan menonjol di dalam pemerintahannya dengan
mengandalkan angkatan daratnya yang kuat dan efisien. Dia dapat mengandalkan
pasukan orang-orang Suriah yang taat dan setia, yang tetap berdiri di sampingnya
walau dalam keadaan yang berbahaya sekalipun. Dengan bantuan pasukan ini,
Mu’awiyah berupaya mendirikan pemerintahan yang stabil.
Pos-pos
pemeriksaan di berbagai benteng orang Islam, didirikan pada posisi-posisi yang
strategis, di persimpangan jalur militer atau di jalan masuk lembah yang
sempit. Pos militer dan daerah sekitarnya itu disebut Awashim. Namun, dalam pengertian
yang lebih sempit, Awashim merupakan jalur perbatasan bagian dalam, terletak di
sebelah Selatan, sepanjang pertahanan yang dijaga satu unit pasukan.
Tentara
Umayyah secara umum dirancang mengikuti struktur organisasi Tentara Bizantium.
Kesatuannya dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu tengah, dua sayap, depan dan
belakang. Formasi semacam ini terus digunakan hingga masa khlalifah terakhir,
Marwan bin Muhammad (744M-750M) yang memperkenalkan satu unit pasukan baru yang
disebut dengan kurdus (legiun).
Secara
umum, ekspansi yang dilakukan pemerintahan Dinasti Umayyah berhasil melakukan
penaklukan yang meliputi tiga wilayah. Pertama, melawan pasukan Romawi
di Asia Kecil. Penaklukan ini sampai dengan pengepungan Konstantinopel dan
beberapa kepulauan di Laut Tengah. Kedua, wilayah Afrika Utara.
Penaklukan ini sampai ke Samudera Atlantik dan menyeberang ke Gunung Thariq
hingga ke Spanyol. Ketiga, wilayah Timur. Penaklukan ini sampai ke
sebelah Timur Irak. Kemudian meluas ke wilayah Turkistan di Utara, serta ke
wilayah Sindh di bagian Selatan. Ekspansi ini dalam rangka memperluas wilayah
kekuasaan yang merupakan lanjutan dari ekspansi yang dilakukan oleh para
pemimpin Islam sebelumnya.
Muawiyah
berhasil menaklukkan Tunis, Khurasan sampai ke sungai Oxus serta Afganistan
sampai ke Kabul, dan angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu
kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ini selanjutnya dilakukan oleh
Khalifah Abd al-Malik. Ia berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm,
Fergana dan Samarkand. Pasukannya juga sampai ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Di
samping itu, Walid bin Abd al-Malik adalah khalifah yang berhasil menundukkan
Maroko dan Aljazair. Dari kota ini, ekspansi diteruskan ke Eropa yang dipimpin
oleh Thariq bin Ziyad, hingga mampu mengalahkan Tentara Spanyol. Pada zaman
Umar bin Abd al-Aziz serangan dilakukan ke Perancis yang dipimpin oleh Abd
ar-Rahman bin Abdullah al-Gafiqi. Di Perancis, umat Islam berhasil menundukkan
Bordeau dan Poitiers. Selanjutnya serangan diteruskan untuk menundukkan kota
Tours. Namun al-Gafiqi mati terbunuh, akhirnya tentara Islam mundur dan kembali
ke Spanyol.
Di
Afrika, pasukan Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Benzarat pada tahun
41H/661M. Qamuniyah (dekat Qayrawan), Susat juga ditaklukkan pada tahun yang
sama. Uqbah bin Nafi berhasil menaklukkan Mogadishu, Sirt dan Tharablis, dan
Wadan. Kota Qaryawan dibangun pada tahun 50H/670 M. Sementara itu, Kur yang
merupakan sebuah wilayah di Sudan berhasil pula ditaklukkan. Akhirnya
penaklukkan ini sampai ke wilayah Maghrib Tengah (Al-Jazair). Uqbah bin Nafi
adalah komandan yang paling terkenal di kawasan ini.
Penaklukkan
meluas ke kawasan Timur (negeri Asia Tengah dan Sindh). Negeri-negeri Asia
Tengah meliputi kawasan yang berada di antara sungai Sayhun dan Jayhun. Di antara
kerajaan yang paling penting adalah Thakharistan dengan ibukotanya Balkh,
Shafaniyan dengan ibukota Syawman, Shagdad dengan ibukota Samarkand dan
Bukhari, Farghanah dengan ibukota Jahandah, Khawarizm dengan ibukota
Jurjaniyah, Asyrusanah dengan ibukota Banjakat, Syasy dengan ibukota Bankats.
Pasukan Dinasti Umayyah menyerang Asia Tengah pada tahun 41H/661M.
Pada
tahun 43H/663M, pasukan ini dapat menaklukkan Sajistan dan sebagian wilayah
Thakharistan pada tahun 44H/665M. Mereka sampai ke wilayah Quhistan. Pada tahun
44H/664M, pasukan Dinasti Umayyah menyerang wilayah Sindh dan India. Penduduk
di tempat itu senantiasa melaksanakan pemberontakan sehingga membuat kawasan
ini selamanya tidak stabil, kecuali pada masa pemerintahan Walid bin Abd
al-Malik.
4) Bidang Ekonomi
Pada
masa Dinasti Umayyah, ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa. Dengan
wilayah penaklukan yang begitu luas, maka hal itu memungkinkannya untuk
mengeksploitasi potensi ekonomi negeri-negeri taklukan. Mereka juga dapat
mengangkut sejumlah besar budak ke dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini
membuat bangsa Arab hidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas pemungut
pajak dan sekaligus memungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri tersebut,
seperti Mesir, Suriah dan Irak.
Tetapi
bukan hanya eksplotasi yang bersifat menguras saja yang dilakukan oleh Dinasti
umayyah, tetapi ada juga usaha untuk memakmurkan negeri taklukannya. Hal
ini terlihat dari kebijakan Gubernur Irak yang saat itu dijabat oleh al-Hajjaj
bin Yusuf. Dia berhasil memperbaiki saluran-saluran air sungai Euphrat dan
Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran
dan keuangan.
Sejumlah
uang emas dan perak pernah dicetak sebelumnya pada masa Abd al-Malik, tapi
cetakan itu hanyalah tiruan dari mata uang Bizantium dan Persia. Selanjutnya
pada tahun 695M, Abd al-Malik mencetak dinar emas dan dirham perak yang murni
hasil karya orang Arab. Wakilnya di Irak, al-Hajjaj, mencetak uang perak di
Kufah pada tahun berikutnya.
Adapun
sumber utama pemasukan sama saja dengan sumber pendapatan pada masa Khulafaur Rasyidin,
yaitu pajak. Di setiap provinsi, semua biaya untuk urusan administrasi lokal,
belanja tahunan negara, gaji pasukan, dan berbagai bentuk layanan masyarakat
dipenuhi dari pemasukan lokal, dan sisanya dimasukkan ke dalam kas negara.
5) Bidang Sosial
Pada
masa Dinasti Umayyah, orang-orang muslim Arab memandang dirinya lebih mulia
dari segala bangsa bukan Arab (Mawali). Orang-orang Arab memandang dirinya
“sayyid” (tuan) atas bangsa bukan Arab, seakan-akan mereka dijadikan Tuhan
untuk memerintah. Sehingga antara bangsa Arab dengan negeri taklukannya terjadi
jurang pemisah dalam hal pemberian hak-hak bernegara.
Masyarakat
pada masa Dinasti Umayyah terbagi ke dalam empat kelas sosial. Kelas tertinggi
biasanya diisi oleh para penguasa Islam, dipimpin oleh keluarga kerajaan dan kaum
aristokrat Arab. Kelas sosial kedua adalah para muallaf yang masuk Islam
melalui pemaksaan sehingga negara mengakui hak penu mereka sebagai warga
muslim. Kelas sosial ketiga adalah anggota sekte dan para pemilik kitab suci
yang diakui, yang disebut ahl al-dzimmah, yaitu orang Yahudi, Kristen dan Saba
yang telah mengikat perjanjian dengan umat Islam. Selanjutnya, kelas paling
rendah dalam masyarakat adalah golongan budak. Meskipun perlakuan terhadap
budak telah diperbaiki, tetapi dalam prakteknya mereka tetap menjadi penduduk
kelas rendah.
Khalifah
Dinasti Umayyah banyak yang bergaya hidup mewah dan sama sekali berbeda dengan
para khalifah sebelumnya. Meskipun demikian, mereka tidak pernah melupakan
orang-orang lemah, miskin dan cacat. Pada masa tersebut dibangun berbagai panti
untuk menampung dan menyantuni para yatim piatu, faqir miskin dan penderita
cacat. Untuk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan kemanusiaan tersebut
mereka digaji oleh pemerintah secara tetap.
Memang,
kehidupan pribadi para khalifah Dinasti Umayyah tidak terlepas dari kekurangan
dan kelemahan. Hampir semua khalifah memiliki gundik. Yazid-bin Abd al-Malik
sangat mencintai dua gadis penyanyinya, Salamah dan Habibah, sehingga ketika
Habibah meninggal karena tersumbat sebuah anggur yang dilempar khalifah ke
dalam mulutnya ketika sedang bercanda. Khalifah yang tengah dimabuk asmara itu
sangat menyesal hingga meninggal dunia.
Di
bawah penguasa Yazid bin Muawiyah, penggunaan anggur menjadi sebuah tradisi.
Pesta anggur biasanya dilakukan bersamaan dengan pesta musik. Permainan dadu
dan kartu juga dipraktekkan di dalam kerajaan. Balapan kuda sangat populer di
bawah kekuasaan Dinasti Umayyah. Musik dikembangkan dan sejumlah uang diberikan
kepada para pemusik dan penyanyi.
Meski
demikian, pesta-pesta semacam itu tidak sepenuhnya kosong dari nilai budaya.
Pesta-pesta itu menggugah perkembangan puisi, musik dan sisi kehidupan estetika
secara umum, tidak hanya menjadi arena pesta pora.
Selama
periode kekuasaan Dinasti Umayyah, dua kota Hijaz, Mekah dan Madinah, menjadi
tempat berkembangnya musik, lagu dan puisi. Sementara itu, kota kembar di Irak,
Bashrah dan Kufah, berkembang menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia
Islam. Di sini, kajian ilmiah tentang bahasa dan tata bahasa Arab telah dimulai.
Motif awalnya adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan bahasa para pemeluk
agama Islam baru yang ingin mempelajari Al-Qur’an, menduduki posisi
pemerintahan, dan bisa berinteraksi dengan para penakluk. Di samping itu,
kesenjangan yang besar antara bahasa klasik Al-Qur’an dengan bahasa percakapan
sehari-hari yang telah tercampur dengan bahasa Suriah, Persia dan bahasa serta
dialek lain menjadi pemicu munculnya minat pengkajian bahasa. Oleh karena itu,
bukan suatu kebetulan jika perintis tata bahasa Arab legendaris Abu al-Aswad
al-Duwali (wafat 688M), berasal dari Baghdad.
Al-Qur’an
yang telah dikodifikasi pada zaman Abu Bakar dan Utsman bin Affan ditulis tanpa
titik. Menurut salah satu riwayat, ulama pertama yang memberikan baris dan
titik pada huruf-huruf Al-Qur’an adalah Hasan al-Bashri (642–728 M) atas
perintah Abd al-Malik bin Marwan (685–705M). Abd al-Malik bin Marwan
menginstruksikan kepada al-Hajjaj untuk menyempurnakan tulisan Al-Qur’an. Lalu
al-Hajjaj meminta Hasan al-Bashri untuk menyempurnakannya. Dalam hal ini, Hasan
al-Bashri dibantu oleh Yahya bin Ya’mura (murid Abu al-Aswad ad-Duwali). Dalam
riwayat lain, dikatakan bahwa yang pertama membuat baris dan titik pada
huruf-huruf Al-Qur’an adalah Abu al-Aswad ad-Duwali. Selanjutnya, pada masa
Khalifah Umar bin Abd al-Aziz, telah dipelopori juga untuk penullisan hadits.
Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hajm (120H),
Gubernur Madinah, untuk menuliskan hadits yang ada dalam hafalann–hafalan
penghafal hadits.
6) Bidang Keagamaan
Pada
masa Dinasti Umayyah, terdapat cikal bakal gerakan-gerakan filosofis keagamaan
yang berusaha menggoyahkan fondasi Islam. Hal ini ditandai pada paruh pertama
abad ke-8, di Bashrah hidup seorang tokoh terkenal bernama Washil bin Atha
(wafat tahun 748M), seorang pendiri mazhab rasionalisme kondang yang disebut Mu’tazilah.
Orang Mu’tazilah memperoleh sebutan itu, karena mendakwahkan ajaran bahwa siapa
pun yang melakukan dosa besar dianggap telah keluar dari barisan orang beriman,
tapi tidak menjadikannya kafir. Dalam hal ini, orang semacam itu berada dalam
kondisi pertengahan antara kedua status itu. Washil pernah belajar kepada Hasan
al-Bashri, yang cenderung pada doktrin kebebasan berkehendak (free will),
yang kemudian menjadi doktrin utama dalam sistem keyakinan orang Mu’tazilah.
Doktrin tersebut pada saat itu dianut oleh kelompok Qadariyah (free will),
yang dibedakan dari kelompok Jabariyah (fatalism). Orang Qadariyah
merepresentasikan penentangan terhadap konsep takdir yang ketat dalam Islam,
kekuasaan Tuhan yang sangat ditekankan dalam Al-Qur’an, dan pengaruh Yunani
Kristen.
Di
samping itu, tumbuhnya gagasan dan pemikiran filosofis Arab pada waktu itu,
tidak terlepas dari pengaruh tradisi Kristen dan filsafat Yunani. Salah satu
agen utama yang memperkenalkan Islam dengan tradisi Kristen dan pemikiran
Yunani pada masa itu adalah St. John (Santo Yahya) dari Damaskus (Joannes
Damascenus), yang dijuluki Chrysorrhoas (lidah emas), karena saat tinggal di
Antokia ia dikenal dengan nama Chrysostom.
Selain
Mu’tazilah, sekte keagamaan lain yang tumbuh berkembang pada masa ini adalah
kelompok Khawarij. Pada awalnya kelompok ini adalah pendukung setia Khalifah Ali
bin Abi Thalib, namun pada perkembangannya menjadi penentang Khalifah Ali bin
Abi Thalib yang paling berbahaya. Ini terjadi karena mereka menolak hasil
perundingan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, mereka melakukan
pemberontakan dan melakukan kerusakan di muka bumi. Kelompok Khawarij merupakan
orang-orang yang keras kepala dan menginginkan manusia hanya ada dalam dua
kubu, yaitu kafir dan mukmin. Barang siapa yang sesuai dengan
pandangannya, dianggap sebagai orang mukmin. Sebaliknya, barang siapa yang
dianggap tidak sesuai dengan pandangannya, dianggap sebagai orang kafir.
Sekte
lain yang muncul pada masa Dinasti Umayyah adalah Murji’ah, yang mengusung
doktrin irja’, yaitu penangguhan hukuman terhadap orang beriman yang melakukan
dosa, dan mereka tetap dianggap muslim. Menurut Murji’ah, kenyataan bahwa
Dinasti Umayyah adalah orang Islam sudah cukup menjadi pembenaran bahwa mereka
merupakan pemimpin umat. Secara umum, ajaran pokok Murji’ah berkisar pada
toleransi. Di antara gagasan pemikiran Murji’ah yang terpenting adalah bahwa
mukmin yang melakukan maksiat akan disiksa oleh Allah di akhirat nanti, dan
setelah disiksa akan ditempatkan di surga.
Kelompok
lainnya adalah Syi’ah. Kegigihan kelompok Syi’ah dengan keyakinan utamanya
terhadap Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib dan putra-putranya, yang diklaim sebagai
imam sejati, masih tetap menjadi karakteristik utama kelompok ini.
Kelompok ini lahir setelah gagalnya perundingan damai antara Khalifah ‘Ali bin
Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Dari peristiwa ini pengikut setia
Khalifah Ali bin Abi Thalib menganut suatu aliran dalam Islam yang disebut
dengan Syi’ah. Kelompok ini meyakini Khalifah Ali bin Abi Thalib beserta para
keturunannya adalah pemimpin umat Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW.
7) Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Pada
periode Dinasti Umayyah belum ada pendidikan formal. Putra-putra khalifah
Dinasti Umayyah biasanya akan ”disekolahkan” ke badiyah, gurun Suriah, untuk
mempelajari bahasa Arab murni, dan mendalami puisi. Ke sanalah Mu’awiyah
mengirimkan putranya yang kemudian menjadi penerusnya, Yazid bin Mu’awiyah. Masyarakat
luas memandang orang yang dapat membaca dan menulis bahasa aslinya, bisa
menggunakan busur dan panah, serta pandai berenang, sebagai seorang terpelajar.
Nilai-nilai utama yang ditanamkan dalam pendidikan, sebagaimana terungkap dari
berbagai literatur tentang pendidikan adalah keberanian, daya tahan saat
tertimpa musibah, mentaati hak dan kewajiban tetangga, menjaga harga diri,
kedermawanan dan keramahtamahan, penghormatan terhadap perempuan, dan pemenuhan
janji. Kebanyakan nilai tersebut sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan orang
badui.
Ilmu
pengetahuan yang dikenal oleh orang Arab pada masa itu terdiri dari dua macam,
yaitu ilmu agama dan ilmu tubuh manusia (ilmu pengobatan). Pada masa penaklukan
Arab di Asia Barat, ilmu pengetahuan Yunani tidak berjaya lagi. Ia lebih
merupakan sebuah tradisi yang dilestarikan oleh para praktisi dan komentator
tulisan Yunani atau Suriah. Dokter-dokter istana Dinasti Umayyah berasal dari
kelompok tersebut. Tabib paling menonjol diantara mereka adalah Ibn Utsal, seorang
dokter Mu’awiyah yang beragama Kristen, Tayazhuq, dokter al-Hajjaj dari Yunani.
Seorang dokter Yahudi dari Persia, Masarjawayh yang tinggal di Bashrah pada
masa awal-awal pemerintahan Marwan bin al-Hakam, menerjemahkan ke dalam bahasa
Arab sebuah naskah Suriah tentang pengobatan yang awalnya ditulis dalam bahasa
Yunani oleh seorang pendeta Kristen di Iskandariyah, Ahrun, dan merupakan buku
ilmiah pertama dalam bahasa Arab.
Ilmu
pengetahuan di masa ini mengalami perkembangan yang pesat, bahkan ilmu pengobatan
mencapai kesempurnaannya di Arab. Khalid bin Yazid memperoleh kesarjanaan dalam
ilmu kimia dan kedokteran, serta menulis beberapa buku tentang bidang itu. Khalid
bin Yazid (wafat tahun 704M atau 708M) putra khalifah Dinasti Umayyah kedua,
merupakan orang Islam pertama yang menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani dan
Koptik tentang kimia, kedokteran, dan astrologi. Meskipun terbukti legendaris,
mengasosiasikan penerjemahan itu kepada Khalid bin Yazid menjadi penting,
karena hal itu membuktikan fakta bahwa orang Arab menggali tradisi ilmiah
mereka dari sumber-sumber Yunani, dan dari sanalah mereka memperoleh tenaga
penggeraknya.
Naskah-naskah
astrologi dan kimia yang dinisbatkan kepada Ja’far al-Shadiq (700M-765M),
seorang keturunan Khalifah Ali bin Abi Thalib, dan salah satu dari 12 imam
Syi’ah, telah diragukan keasliannya oleh para sarjana modern yang kritis.
Kenyataan paling tidak menyenangkan seputar kehidupan intelektual pada masa
Dinasti Umayyah adalah bahwa ia tidak mewariskan kepada kita sumber-sumber
berbentuk dokumen yang bisa dijadikan bahan kajian.
C.
Masa Kehancuran
Dinasti Umayyah
Penyebab
kehancuran Dinasti Umayyah sebagai berikut :
1)
Potensi perpecahan antara suku, etnis dan kelompok politik yang tumbuh semakin
kuat, menjadi sebab utama terjadinya gejolak politik dan kekacauan yang
mengganggu stabilitas negara.
2)
Adanya permasalahan suksesi kepemimpinan. Tidak adanya aturan yang pasti dan
tegas tentang peralihan kekuasaan secara turun temurun mengakibatkan gangguan
serius di tingkat negara.
3)
Sisa-sisa kelompok pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib yang umumnya adalah
kaum Syi’ah dan kelompok Khawarij terus aktif menjadi gerakan oposisi, baik
secara terbuka maupun secara tersembunyi. Tentu saja gerakan oposisi ini sangat
berpengaruh sekali terhadap stabilitas pemerintahan Dinasti Umayyah.
4)
Sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian
Timur lainnya, merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintahan Dinasti Umayyah.
Karena status tersebut menggambarkan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan
bangsa Arab. Mereka tidak mendapat fasilitas dari penguasa Dinasti Umayyah
sebagaimana yang diperoleh oleh orang-orang Islam Arab.
5)
Sikap hidup mewah di lingkungan istana merupakan salah satu faktor lemahnya
pemerintahan Dinasti Umayyah, sehingga keturunan Dinasti Umayyah tidak sanggup
memikul beban berat kenegaraan ketika mereka mewarisi kekuasaan.
6)
Terakhir, penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas
Al-Muthalib. Gerakan ini sepenuhnya memperoleh dukungan dari Bani Hasyim dan
kubu Syi’ah serta golongan Mawali yang merasa dianggap sebagai masyarakat
kelas dua oleh pemerintahan Dinasti Umayyah.
Demikianlah,
Dinasti Umayyah pasaca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur
melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh dinasti
Bani Abbasiyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun
127H/744M.
D.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Dinasti Umayyah lahir dari gejolak
politik yang haus akan kekuasaan. Dinasti Umayyah masuk Islam setelah
penaklukan kota Mekah, dan hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
menjaga kehormatan dan melanggengkan kekuasaannya. Akhirnya ambisi Dinasti
Umayyah tercapai juga oleh keturunan yang bernama Muawiyah bin Abi Sufyan
hingga mencapai masa keemasannya.
Masa
keemasan tersebut tidak berlangsung lama, Dinasti Umayyah mulai mengalami
kemunduran pada masa kepemimpinan Yazid bin Abd al-Malik (720-724 M).
Pemerintahan Yazid bin Abd al-Malik cenderung kepada kemewahan, kurang
memperhatikan kehidupan rakyat, dan mengakibatkan kerusuhan hingga pada masa
kepemimpinan Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M).
Dinasti
Umayyah mendapatkan perlawanan yang semakin kuat dari gerakan oposisi. Setelah Hisyam bin Abd al-Malik wafat,
khalifah-khalifah Dinasti Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah
tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Hingga
pada akhirnya, di tahun 750 M, Dinasti Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah
yang merupakan bagian dari Bani Hasyim itu sendiri. Kematian Marwan bin
Muhammad sebagai khalifah terakhir Dinasti Umayyah, menandai berakhirnya
kekuasaan Dinasti Umayyah di Timur (Damaskus).
Walaupun
di permukaan tampak kacau, Dinasti Umayyah sebenarnya berhasil membangun sebuah
masyarakat muslim yang tertata rapi. Di masa Dinasti Umayyah, telah dibangun
kantor catatan negara dan layanan pos, yang mana pada masa Abd al-Malik menjadi
sebuah institusi rapi yang menghubungkan berbagai wilayah kekuasaannya yang
luas. Keberadaan Dinasti Umayyah juga telah melahirkan awal perkembangan ilmu
pengetahuan, dan berkembangnya sistem pemerintahan yang lebih baik.[4]
DINASTI UMAYYAH
II (ANDALUSIA)
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah II
Pemerintahan Bani
Umayyah II merupakan pemerintahan pertama yang memisahkan diri dari dunia
pemerintahan Islam Dinasti Abbasiyah. Pendirinya adalah Abdurrahman ad Dakhil
bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abd Malik al Umawi. Dia melarikan diri ke
Andalusia dari kejaran orang-orang Abbasiyah setelah runtuhnya pemerintahan
Bani Umayyah di Damaskus.
Pada saat itu,
sedang terjadi sebuah konflik yang sengit antara al Mudhariyah dan Yamaniyah.
Dan kekuasaan berada ditangan Yusuf al Fihri. Orang-orang Yaman bersatu dibawah
pimpinan Abdurrahman dan melakukan pertempuran dengan Yusuf al Fihri selama
setahun, Akhirnya, Abdurrahman berhasil mengalahkannya pada tahun 756 M.
Karena pengaruhnya
semakin besar dan keadaan berada dibawah kendalinya, maka Abu ja’far al Manshur
mengirimkan pasukannya beberapa kali untuk mengalahkan Abdurrahman. Namun,
usahanya untuk mengalahkan Abdurrahman selalu tidak berhasil. Karena itulah,
dia memberinya gelar “Shaqr Quraisy” karena dia sangat kagum padanya dan
akhirnya berhenti memeranginya.
Dengan demikian, maka dimulailah peradaban Islam baru di Andalusia yang dinamakan Dinasti Umayyah II.
Dengan demikian, maka dimulailah peradaban Islam baru di Andalusia yang dinamakan Dinasti Umayyah II.
B. Sebab–sebab
Penaklukan Andalusia ( Spanyol)
Orang-orang Islam sedang memperluas
daerah kekuasaannya ke mana-mana. Mereka menaklukan Afrika Utara yang
dipisahkan dari sepanyol hanya oleh sebuah selat. Oleh karena itu, wajarlah
bila mereka dapat menaklukan jazirah itu. Lagipula, pada saat penaklukan oleh
orang-orang Islam, keadaan sosial politik, dan ekonomi Spanyol menyedihkan, dan
kejahatan sudah lama berkecamuk, Spanyol merupakan provinsi kekaisaran Romawi.
Ketika Kekaisaran Romawi diserbu oleh bangsa Teutonik, harapan akan keadaan
lebih baik akan sirna, bahkan keadaanya semakin memburuk. Negeri itu terpecah
menjadi sejumlah Negara kecil.
Ketidak toleran agama dari para
penguasa Got membuka jalan bagi penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam.
Mereka tidak bisa bersikap toleran terhadap agama lain kecuali Kristen. Di
Spanyol banyak penduduk Yahudi. Mereka sangat tertekan oleh raja-raja, kepala-kepala
suku, bangsawan-bangsawan, dan pendeta-pendeta dari Got. Mereka berusaha untuk
mengangkat senjata, tetapi mereka dijadikan budak-budak Kristen. Provinsi
Sarasen di selatan Gibraltar dianggap sebagai surga keamanan, dan banyak orang
Spanyol pergi ke Afrika muslim sebagai tempat berlindung. Oleh karena itu,
wajarlah bila pada guncangan pertama pemerintahan Got itu jatuh, dan
orang-orang Spanyol ini tentu saja akan bergabung dengan orang-orang Islam yang
telah memperoleh reputasi bagi pemerintahan yang lebih baik dan persaudaraan
yang universal. Ketika orang-orang Islam menyerbu Spanyol, orang-orang ini
mendukung mereka.
Keadaan sosial Spanyol merupakan
suatu pembuka jalan bagi penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam. Struktur
sosialnya berada dalam keadaan menyedihkan. Bangsa itu terbagi kedalam tiga
kelas. Kelas bangsawan merupakan kelas yang diistimewakan dan dikecualikan dari
membayar pajak-pajak. Kelas yang lebih rendah, yaitu mayoritas penduduk yang
jumlahnya sangat besar, dibiarkan hidup berantakan dan sengsara yang paling
parah. Keadaan negeri atau penduduknya belum pernah begitu buruk dan salah urus
seperti di bawah kekuasaan raja Gotik yang menindas itu. Maka masyarakat
diliputi kemiskinan, penderitaan, dan ketidak adilan. Dalam keadaan semacam itu
mereka mencari sang pembebas, dan mereka menemukannya pada orang-orang Islam.[5]
C. Awal mula Islam masuk & Berkembang di
Andalusia ( Spanyol)
Sebagaimana disebutkan dalam diskusi
sebelumnya, Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715
M), salah seorang Khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya
atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik Ibn Marwan (685-705
M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man Al-Ghassani menjadi
gubernur di daerah itu.
Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan
ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa
ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan
Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas
kekuasaan bangsa barbar di pergunungan-pergunungan, sehingga mereka menyatakan
setia dan berjanji tidak akan berbuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah
mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu pertama
kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah Bani Umayah
yang memakan waktu selama kurang lebih 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa
pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid).
Sebelum dikalahkan dan kemudian
dikuasai Islam, dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis
kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut
penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan
ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk
menaklukan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi
kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol. Faktor-faktor ini juga
menyebabkan kaum muslimin memandang ringan terhadap Negeri-negeri itu. Maka
timbullah pikiran untuk melancarkan serangan ke daerah tersebut.
Sejak pertama kali berkembang di
Spanyol sampai dengan berakhirnya kekuasaan Islam di sana, Islam telah
memainkan peranan yang sangat besar. Masa ini berlangsung selama hampir 8 abad
(711-1492 M).[6]
Pada tahap awal semenjak menjadi wilayah
kekuasaan Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali yang diangkat oleh
pemerintahan Bani Umayah di Damaskus. Periode ini kondisi sosial politik di
Spanyol masih diwarnai perselisihan disebabkan karena kompleksitas etnis dan
golongan. Selain itu juga timbul gangguan dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol
yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah pedalaman. Periode ini berakhir
dengan datangnya Abdur Rahmad Al-Dhalil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M
D. Khalifah –
Khalifah Dinasti Umayyah II
Diantara khalifah-khalifah Umayyah II
yang terkemuka diantaranya,
* Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
* Al Hakam bin Hisyam (796-821 M)
* Abdurrahman ibnul Hakam (821-852 M)
* Muhammad bin Abdurrahman (852-886 M)
* Abdullah bin Muhammad (889-912 M)
* Abdurrahman bin Muhammad (912-961 M)
* Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
* Al Hakam bin Hisyam (796-821 M)
* Abdurrahman ibnul Hakam (821-852 M)
* Muhammad bin Abdurrahman (852-886 M)
* Abdullah bin Muhammad (889-912 M)
* Abdurrahman bin Muhammad (912-961 M)
E. Kemajuan
Peradaban Dinasti Umayyah II
Dalam masa lebih
dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya
membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Diantara
kemajuan tersebut diantaranya,
1. Kemajuan
Intelektual
Masyarakat Spanyol
merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara
dan Selatan), al-Muwalladun, Barbar, al-Shaqalibah[1], Yahudi, Kristen Muzareb
yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah,
sastra, dan perkembangan ilmu pengetahuan di Spanyol. Perkembangan tersebut
meliputi,
a. Filsafat
Islam di Spanyol
telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah
Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa
Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).
Atas inisiatif
al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam
jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani
Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof
besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama
pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
alSayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr
ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur
Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal
adalah Hay ibn Yaqzhan.
Pada akhir abad
ke-12 M, muncullah seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang
filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ciri khasnya adalah
kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam
menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia
juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayatul Mujtahid.
b. Sains
IImu-ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah
orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya
al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya
gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong
modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad
ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Ummul Hasan binti
Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran
dari kalangan wanita.
Dalam bidang
sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal, Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri
muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M)
mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibnul Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat
Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunisia adalah perumus filsafat sejarah.
Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke
Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
c. Fiqih
Dalam bidang
fiqih, Islam di Spanyol dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Yang
memperkenalkan madzhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abdurrahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn
Abdurrahman. Ahli-ahli Fiqih lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn
al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.
d. Musik dan
Kesenian
Dalam bidang musik
dan suara, Islam di Spanyol mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan Ibn
Nafi’ yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarkan pertemuan dan jamuan,
Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai
penggubah lagu.
e. Bahasa dan
Sastra
Bahasa Arab telah
menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat
diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol
menomor-duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam
bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara
lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Aljiyah, Ibn Khuruf, Ibnul-Hajj, Abu
Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring
dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-’Iqd
al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn
Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang
lain.
2. Kemajuan
Pembangunan Fisik
Aspek-aspek
pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam sangat banyak. Dalam
perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian
juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak
mengenal hal tersebut sebelumnya.
Disamping
pertanian dan perdagangan, industri merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol
Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri
barang-barang tembikar. Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang
paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota,
istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Diantara pembangunan yang megah
adalah masjid Cordova, kota az-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok
Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hamra di Granada.
E. Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti
Umayyah II
Dinasti Umayyah II
runtuh pada tahun 422 H/1030 M. Pemerintahan Bani Umayyah II tercabik-cabik dan
akhirnya menjadi negeri-negeri kecil yang tersempal-sempal. Beberapa penyebab
kemunduran dan kehancuran Umat Islam di Spanyol di antaranya :
1. Konflik Islam
dengan Kristen
Para penguasa
muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas
dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen yang ditaklukkan dan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka. Namun demikian,
kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol
Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah
berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat
Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami
kemunduran.
2. Tidak Adanya
Ideologi Pemersatu
Jika di
tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi.
Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan
muwalladun kepada para muallaf, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan.
Akibatnya, Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi
negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi
makna persatuan.
3. Kesulitan
Ekonomi
Di paruh kedua
masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian.
Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan menpengaruhi
kondisi politik dan militer
4. Tidak Jelasnya
Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk ath-Thawaif muncul. Granada yang
merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand
dan Isabella, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Islam di Spanyol
bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian,
tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada
kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.
penduduk daerah
antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual
kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran.[7]
[1] Drs.H. Maman A.
Malik Sy, MS.Gusnan Haris, M.Ag.Drs. Rofik, M.Ag. Pengantar Sejarah Kebudayaan
Islam ( Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga : Yogyakarta ).hlm.15 – 16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menerima Kritik Dan Saran