Translate

Rabu, 05 Desember 2012

Prinsip Evaluasi Kurikulum


A.    Prinsip Evaluasi Kurikulum
Dalam menilai suatu kurikulum, baik kurikulum dalam pengertian program tertulis dalam buku kurikulum (ideal), maupun kurikulum yang terlaksana (actual) ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan dasar dan pertimbangan untuk menentukan criteria-kriteria atau indicator penilaian kurikulum.
Konsep dan pemikiran yang ada dalam setiap prinsip menjadi tolok ukur berhasil tidaknya suatu kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Prinsip-prinsip yang biasa digunakan yaitu:
a.    Tujuan yang jelas
Dalam menilai suatu kurikulum, harus dirumuskan dengan jelas tujuan yang diharapkan, ciri dan sifat program (program akademis, program vokasional). Hal ini tersirat dalam tujuan sekolah, jenis persekolahan, jenjang pendidikan, tujuan bidang studi, dan lain-lain. Kejelasan tujuan penilaian sangat penting sebab memberikan rambu-rambu mengenai data apa yang diperlukan, segi dan aspek mana yang perlu dinilai serta alat atau jenis penilaian mana yang harus digunakan. Misalnya, untuk melihat hasil yang dicapai, menyempurnakan kurikulum (kelemahan-kelemahannya), melihat proses pelaksanaan kurikulum atau untk keperluan perubahan kurikulum.
Tujuan ini pada dasarnya untuk memperoleh informasi yang akurat, sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam kurikulum tersebut. Penilaian kurikulum tanpa tujuan yang jelas menghasilkan data yang tidak bermakna sebab tidak tahu untuk apa data itu digunakan.
b.    Realisme
Evaluasi kurikulum harus cukup realistis, artinya dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki. Dengan kata lain penilaian kurikulum terbatas pada aspek yang hanya bisa dinilai. Kondisi-kondisi tersebut meliputi keadaan dana yang tersedia, alat-alat penilaian yang dimiliki, kemampuan para penilai.
c.    Ekologi
Suatu kurikulum harus bisa memperhitungkan adanya hubungan yang erat antara program studi dan situasi daerah, tempat sekolah itu berada, misalnya kondisi ekonomi setempat (pabrik, perusahaan, pertanian, perikanan, kehutanan, pariwisata, kekayaan tanah dari segi geologis dan sebagainya). Dengan demikian penilaian kurikulum tidak hanya dalam kondisi lingkungan pendidikan saja karena sekolah merupakan bagian stau sub system dari ekologi setempat. Oleh karena itu keberhasilan kurikulum langsung ataupun tidak, dipengaruhi oleh lingkungan setempat.
d.   Operasional
Suatu penilaian harus bersifat operasional, artinya harus dapat merumuskan secara spesifik, hal-hal apa yang harus diukur atau dinilai dalam melaksanakan kegiatan penilaian kurikulum. Data hasil penilaian baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif harus merupakan hasil nyata atau dampak dari pelaksanaan kurikulum sehari-hari. Misalnya data hasil belajar adalah data yang merupakan prestasi anak di sekolah. Data mengenai kemampuan guru merupakan hasil observasi dari guru yang mengajar di sekolah tersebut. Data jumlah siswa adalah siswa yang terdaftar pada saat penilaian dilaksanakan. Dengan demikian semua informasi yang diperoleh merupakan fakta empiris yang terjadi di sekolah.
e.    Klasifikasi
Dalam menilai suatu kurikulum untuk lembaga pendidikan tertentu terlebih dahulu harus ada klasifikasi yang jelas dari sudut:
a)    Jenjang dan tingkat pendidikan
b)   Jenis sekolah
c)    Jenis kurikulum yang digunakan
d)   Kemampuan dan daya dukung sekolah yang bersangkutan (kategori baik, sedang, kurang dari daya dukungnya)
e)    Geografis (missal; desa, kota)
f)    dll
Hal ini diperlukan agar dalam menafsirkan dan atau menyimpulkan hasil penilaian tidak terjadi bisa dari gambaran objektif yang terjadi di lapangan. Generalisasi bisa saja dilakukan, namun kondisi-kondisi tertentu tetap harus diperhatikan. Misalnya dilakukan penilaian dilakukan di Sekolah Dasar yang ada diperkotaan, padahal hasilnya digunakan untuk kesimpulan secara nasional. Hal ini merugikan karena kondisi SD di kota berbeda jauh dengan kondisi SD yang di desa.
f.     Keseimbangan
Prinsip keseimbangan dalam penilaian kurikulum dimaksudkan bahwa menilai suatu kurikulum tidak hanya dilakukan terhadap kurikulum nyata (kurikulum actual) tetapi juga sekaligus terhadap kurikulum ideal atau kurikulum yang diniatkan (intended). Tanpa dilakukan penilaian yang seimbang dari keduanya maka kesimpulan akhir tidak dapat memecahkan kelemahan dan hambatan yang ada.  Selain itu dalam konteks lain penilaian kurikulum juga harus ada keseimbangan untuk setiap komponen kurikulum. Tidak mengutamakan penilaian suatu komponen tertentu sambil mengurangi intensitas penilaian untuk komponen yang lainnya.
g.    Kontinuitas/kesinambungan
Penilaian kurikulum harus dilakukan secara menyeluruh untuk tiap jenjang pendidikan. Yaitu dilaksanakan mulai pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini penting sebab upaya pembenahan kurikulum pada tingkat atau jenjang pendidikan tertentu, misalnya pendidikan dasar harus berkesinambungan dengan upaya penyempurnaan di tingkat pendidikan selanjutnya.
Dengan demikian apabila ditemukan kelemahan suatu program pendidikan misal untuk bidang IPA di SD, sekaligus juga di SMP, dan di SMA, sehingga penyempurnaannya mencakup keseluruhan SD, SMP dan SMA, tidak setengah-setengah. Prinsip ini bisa dilakukan untuk setiap bidang studi, setiap tingkat dan setiap jenjang pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menerima Kritik Dan Saran