Inovasi Pendidikan Islam Masa Kini
A. Pengertian dan Tujuan Inovasi
Inovasi berasal
dari bahasa Inggris, “inovation”, yang asal katanya “inovate”,
yang diartikan: “make changes (in); introduce new things”.
Secara istilah, inovasi adalah megadakan perubahan-perubahan
serta mengenalkan hal-hal yang baru.
Inovasi juga
sering diartikan dengan perubahan dan pembaharuan pendidikan. Ini mengandung
pengertian, bahwa dengan inovasi itu dunia pendidikan kita
dapat mengalami perubahan-perubahan serta penggantian-penggantian dengan hal
yang baru sesuai dengan kebutuhan pembangunan di bidang penidikan.
Oleh karena itu, tujuan inovasi
pendidikan di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan yang belum dapat diatasi dengan cara-cara
yang konvensional secara tuntas.
2. Untuk
mengatasi masalah pendidikan yang menyongsong arah perkembangan dunia
kependidikan yang lebih memberikan harapan kemajuan yang pesat.
Adapun masalah-masalah pendidikan di Indonesia
yang dimaksudkan adalah:
1. Masalah
pemerataan pendidikan.
2. Masalah
mutu pendidikan.
3. Masalah efektifitas dan relevansi pendidikan.
B. Penyebab Lahirnya Inovasi
Kejayaan Islam dalam ilmu pengetahuan berjalan
perlahan setelah Baghdad dihancurkan oleh tentara Mongol pada tahun 1258.
Meskipun kejayaan Islam masih berlanjut hingga berakhirnya Turki Ustmani, namun
dalam bidang ilmu pengetahuan umat Islam mengalami kemunduran, karena umat
Islam ketika itu kurang tertarik kepada sains, sebagaimana umat
Islam pada masa sebelumnya.
Umat Islam mulai sadar akan ketertinggalannya
dari dunia Barat pada sekitar abad ke-19. Negara Islam di bagian Barat dan
Timur membuka mata umat Islam untuk menyaingi Barat.
Dengan demikian, jelaslah bahwa penyebab
lahirnya inovasi dalam pendidikan Islam bukan akibat adanya
pertentangan antara kaum agama dan ilmuwan sebagaimana dalam agama Kristen,
melainkan karena adanya perasaan tertinggal dari kemajuan dunia Barat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dicapai Barat telah menggeser pandangan hidup manusia serta melahirkan
terma-terma baru, sepertinasionalisme dan pendidikan.
Pendidikan merupakan sarana paling penting bukan hanya sebagai wahana konservasi dalam
arti tempat pemeliharaan, pelestarian, penanam, dan pewarisan nilai-nilai
dari tradisi suatu masyarakat, tetapi juga sebagai sarana
kreasi yang dapat menciptakan, mengembangkan danmentransfornasikan umat
ke arah pembentukan budaya baru. Oleh karena itu, tokoh-tokoh pembaharuan Islam
banyak menggunakan pendidikan Islam, baik yang bersifat formal, non-formal,
untuk menyadarkan umat kembali kepada kejayaan Islan seperti masa lampau.
Adapun faktor yang melatar belakangi adanya
pembaharuan pendidikan Islam pada abad modern dapat dilihat dari dua faktor:
1. Kondisi internal dalam
dunia pendidikan dan intelektual Islam.
2. Faktor eksternal,
yaitu terjadi kontak hubungan antara Islam dan dunia Barat menyadarkan umat Islam
untuk mengimbanginya.[2]
C.
Pengintegrasian Pelajaran Agama dan Pelajaran Umum
Integrasi merupakan pembauran sesuatu hingga
menjadi kesatuan yang utuh. Integasi pendidikan adalah proses penyesuaian
antara unsur-unsur yang saling berbeda sehingga mencapai suatu keserasian
fungsi dalam pendidikan. Integrasi pendidikan memerlukan integrasi kurikulum,
dan secara lebih khusus memerlukan integrasi pelajaran. Inilah yang terjadi
pada pelajaran agama dan pelajaran umum.
Ada dua cara yang memungkinkan untuk
menghubungkan mata pelajaran agama dengan mata pelajaran lain, yakni cara
okasional dan cara sistematis:
- Cara Okasional
Yaitu dengan cara menghubungkan bagian dari
satu pelajaran dengan bagian dari pelajaran lain bila ada kesempatan yang baik.
Hubungan secara okasional biasanya disebut jugakorelasi. Hal ini
sejalan dengan prinsip kurikulum korelasi; misalnya pada waktu guru
membbicarakan pelajaran Fiqih tentang hukum makanan dan minuman dapat
menghubungkannya dengan pendidika kesehatan.
- Cara Sistematis
Yaitu dengan cara menghubungkan bahan-bahan
pelajaran lebih dahulu menurut rencana tertentu sehingga bahan-bahan itu
seakan-akan merupakan satu kesatuan yang terpadu. Hal ini disebut kosentrasi
sistematis, meliputi konsentrasi sistematis sebagian dan konsentrasi
sistematis total.[3]
D. Pembaharuan dari Berbagai Aspek
Berkaitan dengan ide-ide pembaharuan yang
dilakukan Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) sebagai pembaharu pendidikan
di Sumatera Barat, pada sub-sub ini aspek pembaharuan dalam bidang pendidikan
akan ditelaah lebih jauh. Secara umum, ide-ide pembaharuan yang dilakukan oleh
PGAI dapat dikategorikan pada beberapa aspek: kelembagaan, metode dan sistem
pengajaran, serta tujuan dan kurikulum.
1. Aspek Kelembagaan
Lembaga bermakna wadah atau tempat
berlangsungnya suatu kegiatan. Dengan demikian, berbicara tenang aspek
kelembagaan adalah pembahasan menganai lembaga pendidikan yang dikelola oleh
PGAI.
Kemodernan lembaga pendidikan yang dikelola
oleh PGAI, ditandai dengan adanya sikap keterbukaan dalam hal membolehkan para
siswa untuk belajar dari mana saja asalkan beragama Islam. Organisasi PGAI juga
berusaha memberantas kebodohan yang melanda genersi muda melalui lembaga
pendidikan keluarga dan masyarakat.[4]
2. Metode dan Sistem
Pengajaran
Metode bermakna cara atau jalan yang dilalui
untuk mencapai tujuan pendidikan. Metode juga, sering diartikan sebagai alat
pendidikan, yaitu suatu perbuatan atau situasi yang sengan sengaja diadakan
untuk mencapai satu tujuan. Dengan demikian, metode pendidikan adalah
pembahasan mengenai cara yang digunakan dalam proses belajar-mengajar untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan metode pendidikan Islam adalah jalan
unutk menana,kan pengetahuan agama pada diri seseorang agar terlihat dalam
pribadi onjek sasaran, yaitu pribadi Islam. Metode pendidikan Islam
diantaranya, yaitu: metode keteladanan, metode nasihat, memberikan pujian,
peringatan dan hukuman, bercerita, latihan kebiasaan, menyalurkan bakat, dan
dengan penggunaan waktu senggang.
Pada proses pembelajaran, pelajaran umum
dimasukka seimbang dengan pelajaran agama. Murid-murid diharuskan berbicara
dengan bahasa Arab. Kemudian, untuk menunjang terwujudnya hasil yang maksimal,
para siswa diharuskan tinggal di asrama yang telah disiapkan.[5]
3. Tujuan dan Kurikulum
Tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk dan
membina manusia sejati, yang berhasil menjadi hamba Allah yang baik di
sisi-Nya. Hasan Langgulung membagi tujuan pendidikan Islam menjadi 3,
diantaranya yaitu:
a. Tujuan
yang dekat
Tujuan yang lebih jauh adalah ilmu yang
diajarkan kepada peserta didik, dapat dipergunakan dalam waktu dekat, sekarang,
dan hari ini, setelah peserta didik keluar dari pendidikan.
b. Tujuan
yang jauh
Tujuan yang jauh adalah ilmu yang diajarkan
kepada peserta didik, dapat berguna baginya untuk masa yang lebih jauh itum
untuk masa depannya yang lebih panjang.
c. Tujuan
yang lebih jauh
Tujuan yang lebih jauh adalah ilmu yang
diajarkan kepada anak didik, yang berguna dan sangat dibutuhkan untuk masa yang
lebih jauh lagi, yaitu sebagai bekal di akhirat.[6]
Antara tujuan dan program harus ada kesesuaian
dan keseimbangan tujuan yang hendak dicapai harus tergambar di dalam program
yang tertuang di dalam kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum merupakan faktor
yang sangat penting dalam proses kependidikan dalam suatu Lembaga Kependidikan
Islam.
Dalam kurikulum, tidak hanya dijabarkan
serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan oleh pendidik dan harus
diterima oleh anak didik, tetapi juga segala kegiatan yang bersifat
kependidikan yang dipandang perlu, karena mempunyai pengaruh terhadap akam
didik, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.[7]
E. Pendidkan Islam di Masa Pembangunan
Dewasa Ini
Keuntungan yang diperoleh pendidikan Islam di
Indonesia sangat besar dengan lahirnya Orde Baru, yang telah merencanakan tekad
untuk kembali kepada UUd 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen,
lebih dari itu pemerintah Orde Baru juga bertekad mengadakan pembangunan
masyarakat Indonesia secara lahir dan batin. Adapun makna pembangunan batin
yang bisa diambil adalah membangun bidang rohani untuk kehidupan yang baik, di
dunia dan di akhirat, yang dalam hal ini, membutuhkan pendidikan agama.
Sasaran pendidikan jangka panjang di bidang
agama ialah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam
kehidupan yang selaras, seimbang dan serasi antara lahiriah dan rohaniah,
mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong sehingga bangsa
Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita dan tujuan
nasional.
Pada era pembangunan sekarang ini, pendidikan
agama di masyarakat tetap dibina dan digalakkan untuk mengembangkan kehidupan
beragama. Pendidikan agama dalam arti sebagai salah satu bidang studi telah
diintegrasikan dalam Tap MPR 1983 tentang GBHN bidang agama, sebagai berikut:
- Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pebangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercyaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan, baik dalam kehidupan pribadi maupun hidup sosial kemasyarakatan.
- Diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, termasuk pendidikan agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai Universitas-Universitas Negeri.
Pengembangan dan pendidikan agama di
lembaga-lembaga pendidikan agama, seperti madrasah dan pondok pesantren juga
mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Khusus untuk madrasah telah
dikeluarkan surat keputusan bersama tiga menteri, antar Menteri Agama, Menteri
Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1976. Adapun yang
menjadi titik perhatian pembahasan adalah mengenai peningkatan mutu
madrasah.dalam SKB tiga menteri tersebut dinyatakan bahwa ijazah madrasah
disamakan dengan ijazah sekolah umum yang sederajat.
Adapun prinsip-prinsip pendidikan Islam di
Indonesia sejak zaman penjajahan sampai masa pembangunan dewasa ini adalah Theo
centrik.
Prinsip-prinsip Theo centrik meliputi:
- Wisdom (kebijakan)
- Bebas Terpimpin
- Self Government (membangun diri)
- Kolektivisme (kebersamaan)
- Adanya hubungan guru, murid, orang tua, dan masyarakat
- Sikap positif dan negatif terhadap ilmu
- Mandiri
- Sederhana
- Ibadah[8]
F. Proses Inovasi Pendidikan Islam di
Indonesia
Inovasi pendidikan Islam yang terlihat pada
dewasa ini yaitu melalui beberapa usaha-usaha yang dikhususkan untuk
meningkatkan kesadaran anak didik atas pentingnya pendidikan Islam. Beberapa
proses inovasi itu diantaranya:
1. Pendidikan
Agama di Sekolah
Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini
kita kenal menjadi bidang studi tersendiri pada persoalan pendidikan sekuler
minus agama yang dikembangkan pemerintah penjajah. Untuk menghidupkan kembali
eksisitensi pembelajaran agama ini, menemukan momentunya setelah terbit UU
Nomor 4 Tahun 1950 dan peraturan bersama Menteri Agama tanggal 16 Juli 1951,
yang menjamin adanya pendidikan agama di Sekoah negeri.
Pada tahun 1960, pendidikan agama di
sekolah-sekolah di Indonesia mulai mendapatkan status yang agak kuat, dalam
ketetapan M.P.R.S. No. II/MPRS/1960 pasal 2 ayat 3, yang berbunyi:“Menetapkan
Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah
Rakyat sampai dengan Universitas-Universitas Negeri, dengan pengertian bahwa
murid-murid berhak tidak ikut serta, apabila wali murid/murid dewasa menyatakan
keberatan.”
Setelah meletusnya G.30.S.P.K.I. pada tahun
1965, kemudian diadakan sidang umum M.P.R.S. pada tahun 1966, maka mulai saat
itu status pendidikan Agama di sekolah-sekolah berubah dan bertambah kuat.
Dengan adanya M.P.R.S. nomor XXII/MPRS/1966 Bab I pasal 1 yang berbunyi: “Menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah
Rakyat sampai Universitas-Universitas Negeri.”
Menurut Tap MPR No.IV/MPR/1973 jo. Tap. MPR
No. IV/MPR/ No. II/MPR/1983 tentang GBHN, pendidikan agama semakin dikokohka
kedudukannya dengan dimasukkannya dalam GBHN sebagai berikut:“Diusahakan
supaya terus bertambah sarana-saran yang diperlukan bagi pengembangan
pendidikan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk
pandidikan agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai
dari Sekolah Dasar samppai dengan Universtas-Universitas Negeri.”
2. Madrasah
dan Sekolah Islam
Lembaga keagamaan Islam melakukan upaya-upaya
untuk memperbaharui pendidikan Islam. Dan upaya-upaya tersebut yang oleh banyak
kalangan disebut sebagai upaya modernisasi pendidikan Islam.
Gagasan awalnya, menurut Husni Rahim (2005), setidaknya ditandai dengan dua
kecenderungan organisasi-organisasi Islam dalam mewujudkannya, yaitu:
- Mengadopsi sistem dan lembaga pendidikan modern (Belanda) secara hampir menyeluruh.
- Munculnya madrasah-madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern Beland, namun tetap mrnggunakan madrasah dan lembaga tradisional pendidikan Islam sebagai basis utamanya.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk
memprediksi pendidikan Islam masa depan adalah sebagai berikut:
1. Strategi
Sosio-Politik
Menekankan butir-butir pokok formalisasi
ajaran Islam di lembaga-lembaga negara melalui upaya legal yang terus menerus
oleh gerakan Islam, terutama melalui sebuah partai yang secara ekslusif khusus
bagi umat Islam.
2. Strategi
Kultural
Dirancang untuk kematang kepribadian kaum
muslimin dengan memperluas cakrawala pemikiran, cakupan komitmen, dan kesadaran
mereka tentang kompleksnya lingkungan manusia.
3. Strategi
Sosio-Kultural
Dirancang untuk upaya dalam mengembangkan
kerangka kemasyarakatan yang mempergunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Islam. Akan tetapi, kelembagaan yang lahir dari proses ini bukanlah
institute-institut Islam yang ekslusif, melainkan institusi biasa yang dapat
diterima oleh semua pihak.[9]
3. Pesantren dalam Pendidikan Nasional
Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara
non-klasikal, dimana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada
santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam Bahasa Arab oleh para ulama
abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di asrama dalam pesantren
tersebut. Lembaga pesantren memiliki unsus-unsur, yaitu: kiai, santri, mesjid,
asrama, dan kitab-kitab.
Adapun ciri-ciri yang sangat menonjol dalam kehidupan pesantren diantaranya,
yaitu:
1. Adanya
hubungan yang akrab antara santri dengan kiainya
2. Adanya
kepatuhan santri kepada kiai
3. Hidup
hemat dan penuh kesederhanaan
4. Kemandirian
5. Jiwa
tolong-menolong dan suasana persaudaraan
6. Kedisiplinan
7. Berani
berusaha untuk mencapai suatu tujuan
8. Pemberian
ijazah
Regulasi pendidikan keagamaan dalam UU No. 20/2003 dapat diduga bertujuan untuk
mengakomodir tuntutan pangkuan terhadap model-model pendidikan yang selama ini
sudah berjalan di masyarakat secara formal, namun tidak diakreditasi oleh
negara karena kurikulumnya mandiri , tidak mengikuti madrasah pada uumnya. Pada
pasal 30 ayat 4 dikatakan: “Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan
diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja, samanera, dan bentuk lain yang sejenis.”
G. Pendidikan Islam di Indonesia dan
Prospeknya di Masa Depan
Melihat sesuatu yang berada jauh didepan
dengan titik kulminasi yang sulit ditebak merupakan pekerjaan
yang terkadang sulit dipastikan nilai kebenarannya. Meskipun demikian prospek
pendidikan silam di Indonesia pada masa mendatang, harus pula dikaji dan
diteropong melalui lensa realitas pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada
hari ini. Oleh karena itu, meskipun masih alternatif pendidikan Islam mempunyai
batasan kebijakan pendidikan. Maksudnya, pendidikan Islam mencakup:
- Segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri siswa atau peserta didik.
- Semua lembaga pendidikan yang mendasarkan program dan kegiatan pendidikannya atas pandangan serta nilai-nilai Islam.
- Melihat pendidikan Islam yang masih inferior sehingga perlu mndapat perlakuan istimewa dari induknya, yaitu pendidikan Nasional, maka wajarlah jika predikat pendidikan Islam di Indonesia pada masa yang akan datang banyak mengundang perdebatan antara kalangan ahli pendidikan, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Adapun lembaga pendidikan Islam secara
struktur interal yang sesuai dengan UU Sisdiknas NOMOR 20/2003, yaitu:
- Pendidikan agama di sekolah umum
- Pendidikan umum yang bernafaskan Islam (madrasah dan sekolah Islam).
- Pendidikan keagamaan (diniyah dan pesantren).[10]
H. Faktor Penunjang dan Penghambat
Salah satu faktor penunjang terhadap inovasi
pendidikan Islam yaitu adanya kerjasama antara PGAI dengan pemerintah kolinial
dan masyarakat Islam sekitarnya. Selain itu, pokok-pokok pikiran tentang
inovasi pendidikan Islam yang datang dari luar negri, juga tidak kalah
pentingnya dengan faktor-faktor yang lain. Karena, dengan pemikiran-pemikiran
itulah, PGAI melakukan perubahan-perubahan materi pelajaran pendidikan Islam.
Disamping adanya faktor penunjang dalam usaha
mengadakan pembaharuan, tidak sedikit juga kita akan menghadapi faktor-faktor
penghambat jalannya pembaharuan pendidikan Islam ini. Faktor penghambat yang
ditemui diantaranya, yaitu: adanya pertentangan antara Ulama Muda dan Ulama Tua
yang pada akhirnya melahirkan istilah Kaum Muda dan Kaum Tua dan hambatan yang
lain, yaitu dikenalkannya paham komunisme kepada kalangan PGAI oleh Datuk
Batuah, murid syeikh Abdul Karim Amrullah, yang baru pulang dari Jawa.[11]
I. Sikap dalam Menghadapi Hambatan
Dalam memberikan memberikan jawaban terhadap
tantangan tersebut, maka alternatif-alternatif berikut ini perlu
dipertimbangkan untung ruginya bagi lembaga pendidikan, diantaranya yaitu:
1. Sikap
tah acuh terhadap perubahan sosial
2. Sikap
mengakui adanya perubahan sosial, tetapi menyerahkan pemecahannya kepada orang
lain.
3. Sikap
yang mengidentifikasi perubahan dan berpartisipasi dalam perubahan itu
4. Sikap
yang lebih aktif yeitu melibatkan diri dalam perubahan sosial dan menjadikan
dirinya sebagai pusat perubahan sosial.[12]
[2] Armai Arief, 2009, Pembaharuan Pendidikan Islam di
Minangkabau, Jakarta: Suara Adi, cet. ke-1. h. 21.
[3] A. Mustafa & Abdullah Aly, 1998, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia (SPII), untuk Fakultas Tarbiyah, Komponen MKK, Bandung:
CV Pustaka Setia. h. 143.
[4]Armai
Arief, 2009, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, Jakarta:
Suara Adi, cet. ke-1. h. 141.
[5]Armai
Arief , 2009, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, Jakarta:
Suara Adi, cet. ke-1. h. 146.
[7]Arifin,
Muzayyin, 2009, Filsafat Pendidikan Islam,
Edisi Revisi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. ke-4. h. 77.
[8]A. Mustafa & Abdullah Aly, 1998, Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia (SPII), untuk Fakultas Tarbiyah, Komponen MKK, Bandung: CV
Pustaka Setia. h. 145.
[9]A. Mustafa & Abdullah Aly, 1998, Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia (SPII), untuk Fakultas Tarbiyah, Komponen MKK, Bandung: CV
Pustaka Setia. h. 159.
[10]Fathoni, M. Kholid, 2005. Pendidikan Islam dan Pendidikan
Nasional (Paradigma Baru). Jakarta: Departemen Agama. h. 8.
[11]Armai Arief , 2009, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau,
Jakarta: Suara Adi, cet. ke-1. h. 179.
[12] Muzayyin Ariffin, 2009, Filsafat Pendidikan Islam,
Edisi Revisi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. ke-4. h. 46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menerima Kritik Dan Saran