A.
Pengertian
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi pada dasarnya adalah proses
penentuan nilai sesuatu berdasarkan criteria tertentu. Dalam proses tersebut terdapat
usaha mencari dan mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan sebagai
dasar dalam menentukan nilai sesuatu yang menjadi objek evaluasi, seperti
program, prosedur, usul, cara, pendekatan, model kerja, hasil program, dll.
Oleh sebab itu Stufflebeam memandang evaluasi sebagai suatu proses yaitu
menentukan, mencari dan menyajikan informasi yang diperlukan untuk menentukan
alternative keputusan. Dalam rumusan ini terdapat tiga factor utama, yaitu:
a.
Pertimbangan
(judgement)
Pertimbangan
adalah pangkal dalam membuat keputusan. Membuat keputusan berarti menentukan
derajat tertentu yang berkenaan dengan hasil evaluasi itu. Pertimbangan membutuhkan informasi yang akurat
dan relevan serta dapat dipercaya. Jika keputusan dibuat tanpa suatu proses
pertimbangan yang mantap, maka dapat mengakibatkan lemahnya atau kurang mantapnya hasil keputusan.
b.
Deskripsi
objek penilaian
Deskripsi objek penilaian adalah perubahan perilaku
sebagai produk suatu system. Perilaku itu harus dijelaskan, dirinci, dan
dispesifikasikan sehingga dapat diamati dan diukur.
c.
Kriteria
yang dapat dipertanggungjawabkan
yaitu ukuran-ukuran yang akan digunakan dalam menilai
suatu objek. Kriteria penilaian harus relevan dengan criteria keberhasilan,
sedangkan criteria keberhasilan harus dilihat dalam hubungannya dengan sasaran
program atau kurikulum. Menurut
Morrison, criteria penilaian harus memenuhi persyaratan:
a)
relevan
dengan kerangka rujukan dan tujuan-tujuan evaluasi dan tujuan-tujuan program
atau kurikulum
b)
diterapkan
pada data deskriptif yang relevan dan menyangkut program atau kurikulum
B.
Prinsip
Evaluasi Kurikulum
Dalam menilai suatu kurikulum, baik
kurikulum dalam pengertian program tertulis dalam buku kurikulum (ideal),
maupun kurikulum yang terlaksana (actual) ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan dasar dan pertimbangan untuk
menentukan criteria-kriteria atau indicator penilaian kurikulum.
Konsep dan pemikiran yang ada dalam setiap prinsip menjadi tolok ukur
berhasil tidaknya suatu kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Prinsip-prinsip yang biasa digunakan
yaitu:
a.
Tujuan
yang jelas
Dalam menilai suatu kurikulum, harus
dirumuskan dengan jelas tujuan yang diharapkan, ciri dan sifat program (program
akademis, program vokasional). Hal ini tersirat dalam tujuan sekolah, jenis
persekolahan, jenjang pendidikan, tujuan bidang studi, dan lain-lain. Kejelasan
tujuan penilaian sangat penting sebab memberikan rambu-rambu mengenai data apa
yang diperlukan, segi dan aspek mana yang perlu dinilai serta alat atau jenis
penilaian mana yang harus digunakan. Misalnya,
untuk melihat hasil yang dicapai, menyempurnakan kurikulum
(kelemahan-kelemahannya), melihat proses pelaksanaan kurikulum atau untk
keperluan perubahan kurikulum.
Tujuan ini pada dasarnya untuk memperoleh informasi yang akurat,
sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam kurikulum tersebut. Penilaian
kurikulum tanpa tujuan yang jelas menghasilkan data yang tidak bermakna sebab
tidak tahu untuk apa data itu digunakan.
b.
Realisme
Evaluasi kurikulum harus cukup realistis,
artinya dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki.
Dengan kata lain penilaian kurikulum terbatas pada aspek yang hanya bisa
dinilai. Kondisi-kondisi tersebut meliputi keadaan dana yang tersedia,
alat-alat penilaian yang dimiliki, kemampuan para penilai.
c.
Ekologi
Suatu kurikulum harus bisa memperhitungkan adanya hubungan yang
erat antara program studi dan situasi daerah, tempat sekolah itu berada,
misalnya kondisi ekonomi setempat (pabrik, perusahaan, pertanian, perikanan,
kehutanan, pariwisata, kekayaan tanah dari segi geologis dan sebagainya). Dengan demikian penilaian kurikulum tidak
hanya dalam kondisi lingkungan pendidikan saja karena sekolah merupakan bagian
stau sub system dari ekologi setempat. Oleh karena itu keberhasilan kurikulum
langsung ataupun tidak, dipengaruhi oleh lingkungan setempat.
d.
Operasional
Suatu penilaian harus bersifat operasional, artinya harus dapat
merumuskan secara spesifik, hal-hal apa yang harus diukur atau dinilai dalam
melaksanakan kegiatan penilaian kurikulum. Data hasil penilaian baik yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif harus merupakan hasil nyata atau dampak
dari pelaksanaan kurikulum sehari-hari. Misalnya data hasil belajar adalah data yang merupakan
prestasi anak di sekolah. Data mengenai kemampuan guru merupakan hasil
observasi dari guru yang mengajar di sekolah tersebut. Data jumlah siswa adalah
siswa yang terdaftar pada saat penilaian dilaksanakan. Dengan demikian semua
informasi yang diperoleh merupakan fakta empiris yang terjadi di sekolah.
e.
Klasifikasi
Dalam menilai suatu kurikulum untuk lembaga pendidikan tertentu
terlebih dahulu harus ada klasifikasi yang jelas dari sudut:
a)
Jenjang
dan tingkat pendidikan
b)
Jenis
sekolah
c)
Jenis
kurikulum yang digunakan
d)
Kemampuan
dan daya dukung sekolah yang bersangkutan (kategori baik, sedang, kurang dari
daya dukungnya)
e)
Geografis
(missal; desa, kota)
f)
dll
Hal ini diperlukan agar dalam menafsirkan dan
atau menyimpulkan hasil penilaian tidak terjadi bisa dari gambaran objektif
yang terjadi di lapangan. Generalisasi bisa saja dilakukan, namun
kondisi-kondisi tertentu tetap harus diperhatikan. Misalnya dilakukan penilaian
dilakukan di Sekolah Dasar yang ada diperkotaan, padahal hasilnya digunakan
untuk kesimpulan secara nasional. Hal ini merugikan karena kondisi SD di kota
berbeda jauh dengan kondisi SD yang di desa.
f.
Keseimbangan
Prinsip keseimbangan dalam penilaian kurikulum dimaksudkan bahwa
menilai suatu kurikulum tidak hanya dilakukan terhadap kurikulum nyata
(kurikulum actual) tetapi juga sekaligus terhadap kurikulum ideal atau
kurikulum yang diniatkan (intended). Tanpa dilakukan penilaian yang seimbang
dari keduanya maka kesimpulan akhir tidak dapat memecahkan kelemahan dan
hambatan yang ada. Selain itu dalam konteks lain penilaian
kurikulum juga harus ada keseimbangan untuk setiap komponen kurikulum. Tidak
mengutamakan penilaian suatu komponen tertentu sambil mengurangi intensitas
penilaian untuk komponen yang lainnya.
g.
Kontinuitas/kesinambungan
Penilaian kurikulum harus dilakukan secara
menyeluruh untuk tiap jenjang pendidikan. Yaitu dilaksanakan mulai pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini penting sebab upaya
pembenahan kurikulum pada tingkat atau jenjang pendidikan tertentu, misalnya
pendidikan dasar harus berkesinambungan dengan upaya penyempurnaan di tingkat
pendidikan selanjutnya.
Dengan demikian apabila ditemukan kelemahan
suatu program pendidikan misal untuk bidang IPA di SD, sekaligus juga di SMP,
dan di SMA, sehingga penyempurnaannya mencakup keseluruhan SD, SMP dan SMA,
tidak setengah-setengah. Prinsip ini
bisa dilakukan untuk setiap bidang studi, setiap tingkat dan setiap jenjang
pendidikan.
C.
Bentuk
Pelaksanaan Evaluasi Kurikulum
Telah dijelaskan bahwa evaluasi kurikulum bisa ditujukan terhadap
kurikulum sebagai program (rencana) dan kurikulum sebagai yang dilaksanakan
(terwujudkan) di kelas. Untuk menilai kurikulum dalam pengertian tersebut dapat
digunakan dua cara, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif.
a.
Penilaian
Formatif atau penilaian proses
Yaitu penilaian yang dilaksanakan pada saat
berlangsungnya suatu program. Tujuan
utama yaitu memperbaiki beberapa kelemahan sesegera mungkin tanpa menunggu
program tersebut selesai dilaksanakan. Berbagai alat penilaian yang dapat
digunakan seperti observasi, wawancara, tes, dan lain-lain. Dengan demikian
segi yang dinilai adalah semua komponen yang ada dan menunjang pelaksanaan
program.
Monitoring pelaksanaan program merupakan
bagian penting dari penilaian formatif. Penilai bisa guru, kepala sekolah, para
supervisor pendidikan, atau tim penilai khusus yang disiapkan oleh perancang
kurikulum. Pelaksanaannya harus berlanjut tidak hanya satu dua kali agar
memperoleh hasil yang obyektif dan komprehensif. Hasil penilaian segera disusun
untuk segera digunakan dalam pelaksanaan program yag telah ditentukan. Segi yang dinilai melalui formatif misalnya pelaksanaan pengajaran,
pelaksanaan administrasi, penggunaan buku pelajaran, penggunaan media atau
sarana instruksional, dll
b.
Penilaian
Sumatif atau penilaian hasil
yaitu penilaian terhadap hasil dari suatu program. Berbeda dengan
penilaian formatif, penilaian sumatif ini harus menunggu selesainya suatu
program. Misalnya setelah satu tahun program berjalan, atau setelah lembaga
pendidikan menghasilkan lulusannya. Tujuan utama untuk menilai keberhasilan
suatu program dilihat dari tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Aspek yang
dinilai terutama produk atau hasil dari program yakni kualitas, kuantitas, para
lulusan. Diantaranya yang dapat mempengaruhi lulusan yaitu kemampuan guru,
efektivitas kurikulum, dll. Alat yang digunakan seperti tes, kuesioner,
observasi, dll.
Ada criteria yang digunakan dalam penilaian
kurikulum. Pertama, criteria berdasarkan tujuan yang telah ditentukan, atau
sering disebut criteria patokan. Artinya berhasil tidaknya suatu program
dibandingkan dengan criteria yang telah ditentukan sebelumnya. Kedua, criteria
berdasarkan norma-norma atau standar yang dicapai sebagaimana adanya criteria
ini dilihat dari keberhasilan suatu kelompok yang melaksanakan proram tersebut.
Dengan kata lain standar kelompok menjadi acuan dasar dalam menetapkan
keberhasilan suatu program. Atas dasar itu dalam menilai kurikulum sebagai
program pendidikan sebaiknya kedua criteria di atas digunakan bergantian sesuai
dengan maksud dan dan tujuan evaluasi kurikulum itu sendiri.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam
menetapkan criteria keberhasilan suatu program adalah kondisi dan kemampuan
sekolah, seperti jumlah dan kualitas guru, kelengkapan sarana belajar hubungan
sekolah dengan masyarakat, pembinaan yang dilakukan oleh para supervisor dan
lain-lain.
D.
LANGKAH LANGKAH EVALUASI KURIKULUM.
a.
Langkah permulaan
merupakan suatu
spesifikasi umum tetang proyek kurikulum apa yang hendak di kerjakan, bagaimana cara mengerjakanya dan
untuk siapa kurikulum itu disediakan.
b.
Pemanasan
Pemanasan
adalah uji coba permulaan prototip produk yang di laksanakan pada satu ataudua
kelas beserta para guru itu yang terus menerus terlibat dalam program tersebut.
c.
Uji coba terbatas
Produk
yang telah di perbaiki, selanjutnya di uji ulang dalam skala terbatas secara
sistematis,yang biasanya di laksanakan pada suatu system sekolah tertentu. Para
guru yang terlibat dalam proses uji coba ini adalah mereka yang kelak akan
menggunakan kurikulum dan senangaja di siapkan sebagai guru percobaan
d.
Tes lapangan.
Penggunakan
produk dalam daerah pemakai yang lebih luas di luar lembaga pengembang. Dalam
uji coba ini para staf pengembang tidak terlibat secara langsung.produk yang di
peroleh adalah yang sebenarnya,sesuai dengan kondisi lapangan.
e.
Difusi umum
Penggunaan
produk tidak dibatasi dilingkungan lembaga pengembang, tetepi telah di
laksanakan atau di daya gunakan oleh semua lembaga yang membutuhkanya oleh
karena itu produk tersebut di publikasikan secara luas dalam arti kuantitatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution, S.
2003. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Sudjana, Nana.
2002. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menerima Kritik Dan Saran