Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi,
mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan yang dipakai
dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat
tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu
berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya
sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan
praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi
serta implementasi.
Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab
dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta
memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih
keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya.
Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri
atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
DEFINISI PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[1]
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab member
pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya,
agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat
kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah
Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan sebagai
makhluk individu yang mandiri.[2]
Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sendiri. Mereka berdua yang
bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena
sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan
pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kusuksesan
orangtua juga. Firman Allah SWT.
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)
Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang
memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. [3]
orangtua sebagai pendidik pertama Dan utama terhadap anak-anaknya, tidak
selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain
karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan
baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak
lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke
lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai
pendidik yang pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang
besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.
SYARAT SAH PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Syaikh Ahmad Ar Rifai mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah
untuk dijadikan sebagai pendidik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua
criteria berikut :
1. Alim yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syariahnya Nabi
Muhammad Saw, sehingga ia akan mampu mentransformasikan ilmu yang komprehenshiv
tidak setengah-setengah.
2. Adil riwayat yaitu tidak pernah mengerjakan satupun dosa besar dan
mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik sebab pendidik tidak
hanya bertugas mentransformasikan ilmu kepada anak dididiknya namun juga
pendidik harus mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi seluruh peserta
didiknya. Di khawatirkan ketika seorang pendidik adalah orang fasik atau orang
bodoh, maka bukan hidayah yang diterima ank didik namun justru
pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan[4]
KEDUDUKAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang
memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan
perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan tinggi.
Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar
atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima,
sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam Hadits Nabi SAW yang lain: “Tinta seorang
ilmuwan (yang menjadi guru) lebi berharga ketimbang darah para syuhada”. Bahkan
Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki[5]
bersyair:
“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu
hampir saja merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik.
Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang
aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun (perhatikan QS.
At-Taubah:122).selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang
menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup
semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia
tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah
upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun
binatang jinak)[6]kepada
sifat insaniyah dan ilahiyah.[7]
TUGAS PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk
mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam paradigma Jawa , pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti
“digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai
seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan
yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru
mempunyai
kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut
dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer
ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga
bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh
karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan
menjadi tiga bagian, yaitu:[8]
1. Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program
pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan
pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2. Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat
kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT
menciptakannya.
3. Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri
sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah
yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan
dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat
prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
1. Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan,
kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
2. Membangkitkan gairah peserta didik
3. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik
4. Mengatur proses belajar mengajar yang baik
5. Memerhatikan perubahan-perubahankecendrungan yang mempengaruhi proses
mengajar
6. Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menerima Kritik Dan Saran