A.
Pengertian Hermeutika
Disini tidak mempersoalkan tentang ilmu pengetahuan manusia namun
titik tolak yakni perkembngan sains yang dibarengi dengan tetap memparrahankan
warisan humanistik, tradisi humanisme masih sangat berpangaruh pada
perkembangan konsepsi ilmu pengetahuan moderen, pendek kata segala sesuatu yang
sebelumnyan dikenal dengan humaniora. Tujuan dari penyelidikan hermenutika
bukan menawarkan sebuah teori umum tentang tafsiran dan catatan metodenya
melainkan untuk menemukan apa yang sama dari semua pemahaman adalah tidak
pernah merupakan perilaku subjektif terhadap sebuah objek ‘tertentu’ tetapi
terhadap sejarah efektifnya~sejarah pengaruhnya; dangan kata lain, pemahaman
berkaitan dengan wujud yang dipahami.
B.
Teori Hermeneutika
1.
Proyek Schleiermacher tentang Hermeutika Uniersal
Menurutnya Hermeneutika sebagai penyokong dan masih merupakan
bagian studi tentang benda-benda (dalam ilmu pengetahuan). Hermeneutika
meliputi penafsiran gramatik dan psikologis tetapi sumbangan khusus
Schleiermacher adalah penafsiran psikologis. Akhirnya ia merupakn sebuah proses
ilahiah, sebuah penempatan seseorang didalam pikiran penuis, sebuah pemahaman
terhadap asal usul batin sebuah komposisi karsa, sebuah penciptaan kembali
tindakan kreatif.
Pada kenyataannya ini adalah pengandaian Schleiermacher bahwa semua
individualitas adalah sebuah manifestasi dari kehidupan universal oleh karena
itu setiap orang membawa sangat sedikit orang lain didalam dirinya, dangan
demikian keilahian didorong oleh perbandingan diri sendiri. Jadi dia bisa mengatakan
bahwa individualitas dipahami dengan mentransformasikan dirinya kedalam yang
lain.
Karena Schleiermacher termasuk Agust Boekh, Steintal dan Dilthey
mengulang-uang rumusannya dengan pengertian yang sama, kritikus sastra memahami
pembicara lebih baik daripada dia memahami diriny sendiri dan lebih baik
daripada pemikiran sezamannya memehami dai, karena dia jelas memasukkan
kesadaranpap yang sebenarnya tetapi
hanya tidak sadar, hadir pada yang lain. Melalui engetahuan hukum-hkum psikologis,
kritikus menurut Steinth bisa mendalami pemahamnya dengan memahami hukum
kausalitas, asal usul karya sastra, dan mekanik pikiran literer. Maksudnya
seorang kritikus tidak hanya cukup memahami atau menilai karya sastra dari
pengarang tetapi juga dari aspek lain. Betapapun universal hermeutika
dikembangkan Schleiermacher ini adalah universalitas yang dapat dimengerti.
Pada kenyataannya, hermenutika memikirkan teks-teks yang otoritasnya tidak
diperdebatkan, tidak diragukan. Namun, kepentingan yang menjadi alasan bagi
abstraksi metodologis Schleiermacher bukanlah sejarawan tetapi teolog. Dia
berusaha untuk mengajarkan bagaimana pidato dan sebuah tradisi tertulis
dipahami karena teologi menaruh perhatian pada tradisi khusus biblikal. Karena
alasan inilah teori hermeneutikanya masih merupan jalan panjang dari sebuah
histografi yang bisa menjadi oragon metodologis bagi ilmu pengetahuan.
Tujuannya adalah pemahaman yang tepat terhadap teks-teks khusus, yang dibantu
oleh karakter universal dari konteks-konteks historis. Inilah pembatasannya
Schleiermacher dan pandangan historis terhadap dunia harus melampauinnya.
2.
Penemuan Kembali Masalah Hermeneutik Fundamental.
Masalah penerapan hermeutika adalah masalah yang sepenuhnya
dilupakan adalah metode ilmiah pasca-romantik, metode ini menempatkan tempat sistematikanya.
Hermeutika dibagi kedalam cara cara berikut ini : Sebuah pembedaan dibuat
antara substilitas intellegendi (pemahaman dan substilitas explicandi
(penafsiran), pletisme menmbahkan unsur ke tiga substilitas applicandi
(penerapan), sebagaimana menurut J.J Rambach tindakan pemahaman dianggap
sebagai susunan dri tiga unsur. Bila dicatat bahwa ketiga unsur ini disebut
substilitas, yakni mereka dianggap sebagai metode yang kita tolak sebagai
sebuah talenta yang membutuhkan kecakapan akal khusus.
Dengan cara yang sama sejarah Hermeneutika mengajarkan kita bahwa
slain Hermeneutika sastra, ada juga hermeneutika teologis dan hukum, ketiganya
menyusun konsep hermeneutika penuh. Hanya karena muncul kesadaran historis pada
adad ke-19, hermeneutika sastra dan kajian-kajian historis terlepas dari
disiplin hermeneutika yang lain dan menegaskan dirinya sebagai mettodoligi bagi
penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan. Sedangkan tugas dari hermeneutika historis
untuk mempertimbangkan ketegangan antara identitas objek umum dan perubahan
situasi dimana ia harus dipahami. Sementara itu, penafsiran reproduktif yang
diungkapkan musik dan drama dan mereka menemukan eksistensi realnya hanya
ketika ketika mereka dipagelarkan, adalah tidak meungkin merupakn sebuah metode
penafsiran independen. Tidak ada seorangpun yang bisa menamipilkan sebuah musik
tanpa memahami makna orsinal teks dan memaparkan didalam reproduksi dan
penafsiran. Tetapi dengan cara yang sama tidak ada seorangpun yang bisa
melakukan penafsiran reproduktif tanpa memahami didalam terjemahan teks ke
dalam panggung, unsur normatif yang lain yang membatasi tuntunan bagi sebuah
reproduksi yang benar secara stilistik.
3.
Relevansi Hermeneutika Aristoleles
Disini kita temui janyung masalah tentang hermeneutika adalah bahwa
tradisi yang sama selalu dipahami dengan cara yang berbeda, menurutnya
masalahnya adalah hubungan antara yang universal dan partikular. Bahwa disini
Aristoteles menekankan pada perkiraan peranan akal budi didalam tindakan moral,
namun tidak terlepas dari yang ada dan menjadi tetepi ditentkan oleh penentu
bagi keberadaannya. Dengan menempatkan batas-batas intelektualisme Socrates dan
Plato.
Kesimpulannya, jika kita mengaitkan
gambara Aristoteles tentang fenomena etik dan khususnya keutamaan pengetahuan
moral dengan penyelidikan kita sendiri, kita menemukan bahwa Aristoteles pada
kenyataannya sejenis model masalah hermeutik. Kita yang menentukan bahwa
aplikasi bukan bagian sebelumnya atau berkala dari fenomena pemahaman, tetapi
sama-sama menentukananya secara keseluruhan dari awal. Disini aplikasi juga
tidak menghubungkan beberapa universal yang ditetapkan sebelumnya dari situasi
khusus. Penafsir yang membahas teks tradisional berusaha untuk
aplikasi-aplikasi khusus. Agaknya penafsir berusaha tidak lebih untuk memahami
hal yang universal ini, teks, yakni untuk memehami apa yang dikatakan oleh
tradisi, apa yang membentuk makna teks , untuk memehami dia harus berusaha
mengabaikan dirinya dan situasi hermeneutikanya sendiri yang khas.
DAFTAR PUSTAKA
Hans-Georg
Gradamer.1975.Truth and Method. New York : The Seabury Press
Hans-Georg
Gradamer.2004.Kebenaran dan Metode. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menerima Kritik Dan Saran