Translate

Kamis, 08 November 2012

Tafsir Al-Qur'an


A.       Pengertian Tafsir
Kata tafsir secara bahasa merupakan bentuk isim masdar (kata benda abstrak) dari fassara-yufassiri-tafsiran, yang berarti penjelasan dan perincian. Tafsir ini pula berarti al-ibanah (menjelaskan), al-kasyf (menyingkapkan), al-idh-har (menampakkan) makna atau pengertian tersembunyi dalam suatu teks (ayat).
Dari makna bahasa tersebut, maka tafsir secara istilah dapat diartikan sebagai suatu hasil pemahaman manusia(baca: mufasir)terhadap Al-Qur’an yang dilakukan menggunakan metode atau pendekatan tertentu yang dipilih oleh seorang mufassir, yang dimaksudkan untuk memperjelas suatu makna teks ayat-ayat al-Qur’an.
B.       Sejarah Perkembangan Tafsir
Sejarah perkkembangan tafsir dapat dipetakan menjadi tiga era, yaitu klasik, pertengahan, modern-kontemporer.

a)        Era Klasik
Era ini dapat pula disebut era formatif. Era ini dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW, sebab memang awal mula munculnya penafsiran adalah sejak Al- Qur’an itu diturunkan. Setiap kali ada ayat turun, Nabi Saw membacakannya dan menjelaskannya kepada para sahabat, terutama menyangkut ayat-ayat yang musykil (sulit dimengerti maksudnya. Penafsiran Nabi waktu itu masih bersifat ijmali (global) dan disampaikan secara oral. Karena peradaban Arab waktu itu masih merupakan peradaban lisan dan periwayatan (tsaqafah musyafahah wa al-riwayah), bukan peradaban tulis (tsafaqah al-kitabah wa al-dirayah).
Nabi SAW juga belum merumuskan metodologi tafsir secara akademis-sistematis. Tafsir al-Qur’an pada waktu itu lebih bersifat praktis-implementatif, bukan teoritis metodologis. Terhadap penafsiran Nabi, sahabat pun tidak melakukan kritik.
Selanjutnya setelah Nabi wafat, tradisi penafsiran dilakukan oleh para sahabat seperti Abdullah ibn ‘Abbas (w.678 M), Abdullah ibn Mas’ud (w.653 M), Ubay ibn Ka’b (w.640 M), Zaid ibn Tsabit (w. 665 M)dan sebagainya dengan pola epistem yang hampir sama dengan pola era  Nabi.
Dalam tafsir era Klasik ini sumber penafsirannya berasal dari Al Qur’an dan al-Hadits (Aqwal/ijtihad Nabi), ragam Qira’at, Aqwal/ijtihad dari sahabat, tabi’in dan para atba’ tabi’in, cerita Isra’iliyat Syair-syair Jahiliah.
Metode penafsiran yang digunakan adalah Bir-riwayah deduktif, disajjikan secara oral mealui sistem periwayatan dan diseratai analisis sedikit, sebatas kaedah-kaedah kebahasaan.
Validitas penafsiran adalah shahih tidaknya sanad dan matan riwayat. Kesesuaian (coherency) antara hasil penafsiran dengan kaedah-kaedah kebahasaan, dan riwayat hadits yang shahih.
Karakteristik dan tujuan penafsiran dalam era ini adalah ijmali (global), menggunakan nalar ‘mitis’, bersifat praktis, implementatif, tujuan penafsiran relatif sekedar memahami makna (restropective) belum sampai ke daratan maghza (prospective). Posisi teks sebagai subjek dan penafsir sebagai objek.

b)        Era Pertengahan
Pada mulanya usaha penafsiran ayat ayat al Quran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang dikandung oleh satu kosakata. Namun seiring berkembangnya masyarakat, tradisi penafsiran Al Quran mengalami perkembangan, terbukti dengan munculnya kitab- kitab tafsir yang sangat beragam, seiring dengan perkembangan zaman ilmu pengetahuan.
Hal itu terjadi mulai dari abad ke-3 H sampai sekitar abad ke-4 H. Bahkan tafsir merupakan disiplin ilmu yang sangat mendapat perhatian khusus dari para sarjana muslim selama berabad-abad. Setiap generasi muslim dari masa ke masa telah melakukan interpretasi dan re-interpretasi terhadap Al Quran.
Berbagai corak dan ragam penafsiran mulai muncul, terutama masa akhir Dinasti Bani Umayyah dan awal Dinasti Bani Abasiyyah. Dalam sejarah peta pemikiran Islam , periode ini dikenal sebagai zaman keemasan (the golden age atau al-‘ashar al-dzahabi). Terlebih ketika penguasa pada masa khalifah ke-5 Dinasti Abasiyyah, Harun al- Rasyid (785-809 M) memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan ilmu, yang kemudian dilanjutkan oleh al- Makmun (813-830 M).
Daulat Abbasiyah adalah contoh sejarah yang memiliki kepedulian serius terhadap perkembangan peradaban manusia, baik melalui perintah resmi penerjemahan buku-buku ilmiah atau pengiriman delegasi ilmiahke pusat-pusat ilmu pengetahuan dunia yang terkenal.
Pada era pertengahan mulai muncul corak- corak penafsiran, diantaranya:
1.      Corak satra bahasa,
Akibat banyaknya orang non Arab yang memeluk agama Islam, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Quran dibidang ini.
2.      Corak filsafat dan teologi,
Akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi beberapa pihak, serta akibat masuknya penganut agama lain ke dalam Islam yang dengan sadar ataupun tanpa sadarmasih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka.
3.      Corak penafsiran ilmiah,
Akibat kemajuan ilmu pengetahuandan usaha penafsir untuk memahami ayat-syat Al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu.
4.      Corak fiqh atau hokum,
Akibat berkeembangnya ilmu fiqh dan terbentuknya mazhab-mazhabfiqh, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafssiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hokum.
5.      Corak tasawuf,
Akibattimbulny gerakan-gerakan sufiakibat reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan.

c)         Era Modern-Kontemporer
Era ini dimulai sejak akhir abad 18 M, bermula pada masa Syeikh Muhammad Abduh (1849-1905). Corak-corak penafsiran tersebut mulai berkurang dan perhatian lebih tertuuju kepada corak sastra budaya kemasyarkatan.
Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petuunjuk- petunjuk ayat Al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat. Serta usaha- usaha untuk menanggulangi penyakit atau masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat. Dengan mengemukakan petunjuk- petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar.

C.       Kodifikasi Tafsir
Jika yang digambarkan di atas tentang sejarah perkembangan tafsir dari segi penggalan- penggalan sejarahnya (era klasik, pertengahan, dan modern kontemporer), maka perkembangan dapat pula ditinjau dari segi kodifikasi (penulisan), ini dapat dilihat dalam 3 periode, diantaranya:
·           PERIODE I, yaitu masa Rasululloh SAW, Sahabat, dan permulaan massa tabi’in, dimana tafsit belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu tersebar secara lisan.
·           PERIODE II, yaitu bermula dengan kodifikasi hadist secara resmi pada masa pemerintahan Umar Bin Abdul Aziz (99-101 H). Tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab hadits, walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya Tafsir bi Al-Ma’tsur.
·           PERIODE III, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, yang oleh sementara ahli diduga dimulai oleh Al-Farra (w. 207 H) dengan kitabnya yang berjudul Ma’ani Al-Qur’an.

D.       Metode tafsir
a.      Tahlili
Metode ini dibuat oleh Baqir al Shadr disebut metode Tajzi’i. Yitu menjelaskan Al-Qur’an dari berbagai segi dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-Qur’an sebagamana tercantum dalam mushhaf.
b.      Ijmali
Metode ini mencoba menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara global, pokok-pokok pikirannhya saja yang diuraikan. Kelemahannya hanya diuraikan secara global saja, tidak mendetail dalam penjelasan pokok bahasan. Kelebihannya tidak bertele-teledalam menjelaskan suatu persoalan.
c.       Muqaran
Ini ditempuh dengan membandingkan 1) Al-Qur’an dengan Al-Hadits, 2) Membandingkan antara satu tafsir dengan tafsir yang lain, tujuannya ingin mencari kesamaan dan perbedaan yang ada serta mencari kelebihan dan kekurangannya.

d.      Mawdu’iy
Menurut Fazalur Rahman  latar belakang perlunya metode Mawdu’iy atau biasa dikenal dengan tematik antara lain:
1.      Sedikit sekali usaha yang dilakukan oleh para mufasir untuk memahami Al-Qur’an sebagai satu kesatuan.
2.      Dengan lewatnya waktu, maka sudut pandang pun berbeda dan pemikiran yang dimiliki sebelumnya cenderung menjadi objek penilaian bagi pemahaman yang ‘baru’, daripada menjadi bantuan untuk memahami Al-Qur’an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menerima Kritik Dan Saran